Rabu, 26 Juni 2019

Abu nawas

Al Kisah, Abu Nawas berjalan di tengah pasar, sambil melihat ke dalam topinya, lalu tersenyum bahagia.
Orang-orang pun heran, lalu bertanya; “Wahai saudaraku Abu Nawas apa gerangan yang engkau lihat ke dalam topimu yang membuatmu tersenyum bahagia?”
“Aku sedang melihat surga yang dihiasi barisan bidadari.” Kata Abu Nawas dengan ekspresi meyakinkan.

“Coba aku lihat?” Kata salah seorang yang penasaran melihat tingkah Abu Nawas. “Tapi saya tidak yakin kamu bisa melihat seperti apa yang saya lihat.” Kata Abu Nawas. “Mengapa?” Tanya orang-orang di sekitar Abu Nawas yang serempak, karena sama-sama semakin penasaran. “Karena hanya orang beriman dan sholeh saja, yang bisa melihat surga dengan bidadarinya di topi ini.” Kata Abu Nawas meyakinkan.

Salah seorang mendekat, lalu berkata; “Coba aku lihat.” “Silahkan” kata Abu Nawas” Orang itu pun bersegera melihat ke dalam topi, lalu sejenak menatap ke arah Abu Nawas, kemudian menengok ke orang di sekelilingnya. “Benar kamu, Aku melihat surga di topi ini dan juga bidadari. Subhanallah!” Kata orang itu berteriak.

Orang-orang pun heboh ingin menyaksikan surga dan bidadari di dalam topi Abu Nawas, tetapi Abu Nawas mewanti-wanti, bahwa hanya orang beriman yang bisa melihatnya, tetapi tidak bagi yang kafir.

Dari sekian banyak yang melihat ke dalam topi, banyak yang mengaku melihat surga dan bidadari tetapi ada beberapa diantaranya yang tidak meilhat sama sekali, dan berkesimpulan Abu Nawas telah berbohong.

Mereka pun melaporkan Abu Nawas ke Raja, dengan tuduhan telah menebarkan kebohongan di tengah masyarakat.

Akhirnya, Abu Nawas dipanggil menghadap Raja untuk diadili.

“Benarkah di dalam topimu bisa terlihat surga dengan bidadarinya?” “Benar paduka Raja, tetapi hanya orang beriman dan sholeh saja yang bisa melihatnya.

Sementara yang tidak bisa melihatnya, berarti dia belum beriman dan masih kapir.

Kalau paduka Raja mau menyaksikannya sendiri, silahkan..” Kata Abu Nawas.

“Baiklah, kalau begitu saya mau menyaksikannya sendiri.” Kata Raja. Tentu, Raja tidak melihat surga apalagi bidadari di dalam Topi Abu Nawas.

Tapi Raja lalu berpikir, kalau ia mengatakan tidak melihat surga dan bidadari, berarti ia termasuk tidak beriman. Akibatnya bisa merusak reputasinya sebagai Raja.

Maka, Raja itu pun berteriak girang: “Engkau benar Abu Nawas aku menyaksikan surga dan bidadari di dalam topimu.

Rakyat yang menyaksikan reaksi Rajanya itu, lalu diam seribu bahasa dan tak ada lagi yang berani membantah Abu Nawas. Mereka takut berbeda dengan Raja, karena khawatir dianggap dan dicap kapir atau belum beriman.

Akhirnya, konspirasi kebohongan yang ditebar oleh Abu Nawas, mendapat legitimasi dari Raja. Boleh jadi, dalam hati, Abu Nawas tertawa sinis sambil bergumam; beginilah akibatnya kalau ketakutan sudah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan pun akan merajalela.

Ketika keberanian lenyap dan ketakutan telah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan akan melenggang kangkung sebagai sesuatu yang “benar.” Ketakutan untuk berbicara jujur, juga karena faktor gengsi.

Gengsi dianggap belum beriman, atau dengan alibi/alasan lainnya. Padahal, label gengsi itu hanyalah rekayasa opini publik yang dipenuh kebohongan.

Kepercayaan diri sebagai pribadi yang mandiri untuk berkomitmen pada kebenaran berdasarkan prinsip kejujuran, telah dirontokkan oleh kekhawatiran label status yang sesungguhnya sangat subyektif dan semu.

Kecerdikan konspirasi (kebohongan) opini publik Abu Nawas, telah menumbangkan kebenaran dan kejujuran.

Akhirnya, kecerdasan tanpa kejujuran dan keberanian, takluk di bawah kecerdikan yang dilakonkan dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri meski pun itu adalah kebohongan yang nyata.

Kasus legitimasi kebohongan versi Abu Nawas, bisa saja terjadi disekitar kita…di negeri kita..dikampung kita dan dirumah kita.

Tentu, dengan aneka versi yg berbeda sesuai keadaan dimana kebohongan itu diciptakan..

Wallahu A’lam.

Penulis: Aswar Hasan

Kamis, 20 Juni 2019

Ancamam dari RRC

BEGINI ANCAMAN NYATA DARI RRC

By Asyari Usman
(Wartawan senior ex BBC Internasional)

Bisakah kita mengatakan bahwa ancaman teritorial dari RRC hanya mitos? Khayalan? Atau hanya paranoia? Bagi Anda yang tak perduli, boleh jadi Anda akan mengatakan begitu. Anda merasa tak mungkinlah RRC mau dan bisa menguasai Indonesia.

Tapi, sebaiknya jangan dulu katakan mitos. Kita semua akan menyesal berkepanjangan. Mari kita cermati angka-angka tentang RRC. Yaitu, angka-angka demografi, ekonomi, konsumsi energi, dan kekuatan militer RRC. Dan kita lihat pula angka-angka tentang Indonesia yang sangat menggiurkan ini.

Kita akan paham mengapa ambisi teritorial China bukan sekadar kekhawatiran tanpa alasan. Kita akan mengerti betapa empuknya Indonesia di mata RRC.

Pertama, angka demografi. Jumlah penduduk RRC per 2019 mencapai 1,400,000,000 (satu miliar empat ratus juta) jiwa. Atau, setiap 7 orang yang ada di Bumi ini, 1 orang adalah warga RRC.

Pada 2018, Biro Statistik Nasional RRC menyebutkan penduduk usia kerja di negara itu berjumlah 900 juta. Tingkat pengangguran 5.3%, atau sekitar 48 juta orang. Ini angka resmi. Biasanya, jumlah yang sesungguhnya dua kali lipat, atau 90 juta.

Kedua, angka ekonomi. RRC memiliki cadangan devisa asing (CDA) lebih 3.8 triliun dollar Amerika pada 2014. Tahun lalu, CDA itu turun ke angka 3 triliun dollar. Supaya mendapat gambaran yang lebih jelas, 3 triliun dollar itu adalah 3,000 (tiga ribu) miliar dollar atau sekitar 42,000 (empat puluh dua ribu) triliun rupiah.

Meskipun turun menjadi 3 triliun dollar, CDA China tetap yang tertinggi di dunia. Sebagai perbandingan, Jepang (posisi ke-2) hanya punya 1.2 triliun dollar. Di tempat ke-3 ada Swiss dengan CDA 800 miliar dollar.

Dana CDA China itu bisa disebut duit tidur. Uang yang menganggur. Inilah yang membuat mereka merasa kuat. Karena mereka punya uang paling banyak.

Ketiga, angka konsumsi energi. Dengan penduduk 1.4 iliar, RRC adalah pengguna tenaga listrik terbesar di dunia, yakni 6.4 triliun kWh per tahun. Konsumsi listrik dunia sekitar 22 triliun kWh per tahun. Konsumen listrik terbesar kedua adalah Amerika Serikat, sebesar 4 triliun kWh per tahun.

RRC pemakai batubara terbesar di dunia atau 50% dari konsumsi global. Negara ini memakai lebih-kurang 4.4 miliar ton batubara per tahun. RRC sekaligus produsen batubara terbesar di dunia, yaitu sebanyak 3.4 miliar ton per tahun. Kalau seluruh produksi dalam negerinya dipakai untuk keperluan mereka, berarti RRC harus mengimpor 1,000,000,000 (1 miliar) ton lagi dari luar.

Batubara adalah sumber energi yang sangat vital bagi China. Sekitar 60% keperluan listriknya dihasilkan dari konversi 4.4 miliar ton batubara itu. Selebihnya adalah kombinasi listrik tenaga nuklir, energi terbarukan, dan sumber-sumber lain.

Bagaimana dengan konsumsi gas RRC? Tahun lalu (2018), China menggunakan gas sebanyak 276.6 miliar meter kubik gas alam cair. Dari jumlah ini, yang harus diimpor 125.4 miliar meter kubik. Tahun ini (2019) konsumsi gas China diperkirakan mencapai 300 miliar meter kubik. Hampir separuhnya (45%) diimpor.

Keempat, angka kekuatan militer RRC. Jumlah personel militer China mencapai 2.7 juta orang. Yang aktif 2.1 juta. Tentara cadangan ada 500 ribu orang.

Angkatan udara RRC memiliki 3,187 pesawat militer. Dari jumlah ini, pesawat tempurnya 1,222 (terkuat kedua di dunia). Pesawat serbu (attack) 1,564. Sedangkan pesawat angkut ada 193. Pesawat latih 368 unit. Helikopter militer ada 1,004 unit. Helikopter tempur 281 unit.

Angkatan darat China memiliki 13,050 tank tampur plus 40,000 kendaraan tempur lapis baja. Artileri mandiri ada 4,000 unit dan artileri tarik ada 6,264 unit. Peluncur roket ada 2,050.

Angkata laut RRC mempunyai 1 kapal induk, 55 frigat, 33 destroyer, 42 korvet, 76 kapal selam, dan 192 kapal patroli.

Baik, sekarang kita lihat angka-angka di atas. Apa kira-kira yang dapat kita simpulkan?

Lebih-kurang seperti ini: RRC adalah negara yang sangat kuat secara ekonomi dan militer, tetapi rawan dalam ketahanan energi dan pengangguran. Kata kuncinya adalah: kuat enonomi, kuat militer. Tetapi haus sumber energi dan lapangan kerja.

Apakah dengan fakta-fakta ini RRC bernafsu mencaplok Indonesia baik dengan cara hegemoni ekonomi maupun pendudukan fisik? Saya berpendapat kedua-duanya sangat mungkin. Mereka akan lakukan itu secara bertahap. Bertahap maksudnya adalah, mereka tancapkan dulu cengkeraman ekonomi di Indonesia. Baru kemudian, sangat mungkin, menyusul kehadiran militer yang akan berlangsung secara mulus dan tak terasa oleh rakyat.

Harap diingat, RRC memiliki ‘proxy’ yang sangat banyak di Indonesia. Mereka kuat secara ekomoni dan finansial. Mereka sangat mampu mengatur penggiringan negara ini ke dalam pelukan China. Hampir pasti mereka akan merasa lebih nyaman kalau RRC hadir secara fisik dengan kekuatan besar di pelosok Nusantara.

Mitoskah? Sama sekali tidak. Nah, bagaimana penjelasan tentang ini? Ikuti bagian kedua dalam postingan yang berikutnya.

RRC memerlukan pasar yang sangat besar karena produksi mereka sangat besar. Pasar besar itu sudah ada. Tapi masih perlu diamankan supaya betul-betul menjadi milik mereka. Dalam rangka mengamankan pasar itulah, RRC mengajak sekitar 70 negara untuk ikut proyek One Belt One Road (OBOR) yang kemudian dinamakan Belt and Road Initiative (BRI). Tak salah disebut ‘jalur sutra gaya baru’ (JSGB). Indonesia sekarang resmi menyerahkan lehernya kepada RRC lewat OBOR.

China tidak hanya membawa dagangannya ke mancanegara, tetapi juga menawarkan pembangunan infrastruktur untuk ekspor dan distribusi produk mereka. Infrastruktur itu dibiayai dengan uang pinjaman dari mereka. Mereka yang mengerjakannya. Termasuk pembangunan pelabuhan, jalan tol, bandara, dan pusat-pusat industri untuk pabrik-pabrik milik China.

Semua negara tergiur. Sekaligus terkicuh. Tergiur, karena janji-janji China tentang manfaat proyek infrastruktur itu. Terkicuh, karena sejumlah negara lemah terjerembab ke dalam perangkap utang RRC. Ini memang tujuan mereka. Begitu terjebak, negara-negara itu tak sanggup membayar cicilan. Dibuatlah ‘deal’: proyek-proyek itu diserahkan kepada RRC selama sekian puluh tahun.

Dari sinilah bermula hegemoni langsung China di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Mereka akan punya banyak pusat industri di negara kita. Ribuan jenis produk dibuat. Fasilitas distribusi mereka bangun dan itu adalah utang negara kita. Sejalan dengan perkembangan ini, RRC sangat mungkin akan mengatakan mereka perlu membawa orang-orang China untuk bekerja di pabrik-pabrik mereka. Ingat, di RRC ada 90 juta penganguran.

Setelah sekian tahun, dimunculkanlah keperluan untuk menjaga sendiri proyek-proyek vital RRC. Sekitar setahun yang lalu (Juli 2018) pernah terungkap ke publik kerjasama Polres Ketapang di Kalbar dengan kepolisian RRC. Sampai-sampai dibuat kantor polisis bersama yang menggunakan papan nama beraksara China. Walaupun Kapolres dicopot, tetapi kita telah menyaksikan betapa mudahnya RRC “mengukur” mentalitas pejabat Indonesia.

Ada contoh kerawanan lain. Masih ingat beberapa warga China bisa bertani cabai di kawasan Kabupaten Bogor? Entah bagaimana, mereka bisa mendapatkan lahan empat hektar untuk bertanam cabai. Hanya karena ada bakteri yang terkandung di cabai itu, baru kemudian ada tindakan dari beberapa instansi terkait.

Lalu, coba juga ingat kasus seorang WNA China yang bisa mendapatkan e-KTP meskipun ada kolom yang menjelaskan dia warganegara RRC. Tapi, bukan tidak mungkin orang ini (namanya Guohui Chen) bisa melakukan lobi-lobi agar status kewarganegaraannya diubah atau dihapus. Inilah antara lain kerawanan di pihak instansi dan para pejabat Indonesia.

Kita lanjutkan lagi. Kalau kehadiran ekonomi RRC sangat besar di negara ini, sangat mungkin mereka merasa perlu membawa pasukan pengamanan sendiri. Yang paling siap dan bisa cepat dikirim adalah militer. Ingat angka militer RRC? Ada 2.7 juta tentara yang sebagian besar ‘menganggur’.

Apa salahnya dikirim beberapa belas ribu personel untuk menjaga proyek-proyek vital RRC di Indonesia? Di sini kita bicara jangka panjang. Mungkin 20-25 tahun yang akan datang. Ketika orang seusia saya hari ini, juga para pejabat eksekutif dan legislatif yang ada sekarang ini, sudah berada di alam kubur semua.

Kalau sudah ribuan atau belasan ribu yang bertugas di negara kita ini, tentulah ada keperluan khusus. Perlu fasilitas sendiri yang ‘dikuasai’ sendiri. Mula-mula nantinya diusulkan pangkalan militer kecil saja dulu di sebuah pulau. Bisa diperbesar sesuai keperluan.

Ada ribuan pulau yang masih kosong. Apa beratnya menyerahkan satu-dua pulau? Bukankah kita punya 17,000 pulau? Apalagi nanti yang mengendalikan negara ini adalah anak-anak milenial hari ini, yang pikirannya sudah ‘terbuka’ dan sudah ‘tunduk’.

Sekarang, coba ingat angka konsumsi gas dan batubara RRC. Diprediksikan mereka harus mengimpor 150 miliar meter kubik gas dari kebutuhan 300 miliar kubik per tahun. Indonesia adalah eksporter gas kedua terbesar di Asia. Masuk 10 besar dunia.

Cadangan gas kita ada sekitar 4 triliun meter kubik. China sudah tahu ini. Tidak perlu ragu mengatakan bahwa mereka telah menyiapkan muslihat untuk mengkooptasi cadangan gas yang sangat besar ini. Proyek OBOR, kekuatan uang, dan kekuatan militer RRC bisa menggiring Indonesia untuk “menjual” simpanan gas kepada Beijing.

Begitu juga batubara. RRC perlu mengimpor 1 miliar ton per tahun. Cadangan batubara (cadangan itu artinya siap untuk ditambang) di bumi Indonesia ini ada 37 miliar ton. Sedangkan sumberdaya batubara (yang bisa berubah menjadi cadangan) sangat besar, yaitu 166 miliar ton. Total persediaan menjadi 200 miliar ton lebih. Sangat menjanjikan, bukan?

Nah, ada cadangan gas dan batubara yang sangat besar di perut bumi Indonesia. Sangat menggiurkan bagi RRC. Pasti. Dan, kalau rezim yang ada ini terus berkuasa, semakin mudahlah China mendapatkan kedua cadangan energi ini. Paling tidak melalui “debt repayment scheme” (skema cicil utang, DRS). Yakni, untuk membayar utang proyek OBOR yang telah ditandatangani.

Tidak pun dengan cara DRS, tetap saja China akan mempelototi cadangan energi kita yang gurih itu. Tak tertutup kemungkinan RRC akan menggunakan “last resort” (cara terakhir) mereka. Yaitu, kekuatan militer. Apakah ini hanya mitos? Sama sekali tidak.

Di masa depan, RRC bisa saja cari gara-gara untuk mengklaim pulau Natuna yang sejauh ini telah menyuplai keperluan gas Singapura. “Ah, si penulis ini terlalu jauh,” kata Anda kepada saya. Itu pertanda Anda sangat percaya kepada China.

Anda lupa bagaimana RRC menduduki Tibet dan Turkistan Timur yang kemudian mereka beri nama Xinjiang. Wilayah yang semula berpenduduk mayoritas suku Uigur itu, sekarang menjadi daerah pendudukan (occupied territory) yang mayoritas dihuni oleh etnis Han. Suku Han dipindahkan besar-besaran oleh China antara 1950-1970. Hari ini Uigur menjadi minoritas.

Begitulah cara RRC mencaplok. Tibet mereka ambil paksa pada 1951. Tentara Rakyat Cina melancarkan penyerbuan atas perintah Mao Tse Tung dengan doktrin komunisme.

Mungkinkah RRC berani menyerbu Indonesia? Saya sendiri berharap itu tidak terjadi. Tetapi, China tidak bisa dipercaya. Dalam situasi sulit, khususnya dalam hal energi, semua opsi akan terbuka. Tidak ada yang bisa dipastikan tak akan terjadi.

Inilah bentuk potensi ancaman RRC terhadap Indonesia. Potensi itu sangat nyata. Cuma, tidak akan segera menjadi kenyataan sebagai mana dulu China menyerbu Tibet dan Tukistan Timur (Xinjiang).

Untuk sementara ini, RRC akan menaklukkan Indonesia melalui perangkap utang atau diplomasi utang. Proyek-proyek OBOR di Indonesia adalah pintu masuk yang sangat menyenangkan bagi China.

😊🙏🙏

Air nanas

Air Nanas panas
tolong sebarkan !! tolong sebarkan !!

Profesor Chen Huiren dari Rumah Sakit Umum Angkatan Darat Beijing menekankan bahwa jika setiap orang yang menerima buletin ini dapat meneruskan sepuluh salinan kepada orang lain', pasti setidaknya satu kehidupan akan diselamatkan ...
Saya telah melakukan bagian saya, semoga Anda juga dapat membantu bagian Anda. terima kasih!

Air nanas panas bisa menyelamatkan Anda seumur hidup

Lihatlah lagi, lalu beri tahu yang lain,
Sebarkan cinta keluar!

Nanas panas ~ dapat membunuh sel kanker!

Potong 2 hingga 3 serpihan nanas tipis dalam secangkir, tambahkan air panas, itu akan menjadi "air alkali", minum setiap hari, itu baik untuk siapa saja.

Air nanas panas melepaskan zat anti kanker, yang merupakan kemajuan terbaru dalam pengobatan kanker yang efektif di bidang medis.

Sari buah nanas panas memiliki efek untuk membunuh kista dan tumor. Terbukti untuk memperbaiki semua jenis kanker.

Air nanas panas dapat membunuh semua kuman dan racun dari dalam tubuh akibat dari alergi

Jenis pengobatan dengan ekstrak nanas hanya menghancurkan sel-sel ganas, itu tidak mempengaruhi sel-sel sehat.

Selain itu, asam amino dan polifenol nanas dalam jus nanas dapat mengatur tekanan darah tinggi, efektif mencegah penyumbatan pembuluh darah dalam, menyesuaikan sirkulasi darah dan mengurangi pembekuan darah.

Setelah membaca, beri tahu yang lain, keluarga, teman, sebarkan cinta! Jaga kesehatan Anda sendiri.

Selasa, 18 Juni 2019

Shalat Jenazah

*PENTING BELAJAR UNTUK SHOLAT JENAZAH.  Ass. wr.wb. Maaf Bpk, Ibu, Sdrku semua ; Jika KITA SEBAGAI UMAT ISLAM YANG MENGAKU TAAT DAN FCBERIMAN, HENDAKNYA KITA TIDAK MEREMEHKAN BGM BACAAN SHALAT JENAZAH, JGN SAMPAI ISTERI, ORANG TUA KANDUNG, ANAK KANDUNG KITA, HANYA ORG LAIN YG MENSHOLATKAN MAYATNYA :* kenapa kita hrs malu utk belajar, jika memang kita belum tahu/belum lancar..?

Bacaan Shalat Jenazah, hampir byk kita yg belum tahu dan ada yg sdh lupa... utk itu kembali sekedar mengingatkan... agar saat shalat jenazah hanya ikut2an tanpa tahu apa yg mesti di baca atau malah krn tdk tahu enggan utk ikut shalat jenazah... (jgn sampai anggota klga terdekat kita sendiri (isteri, anak, ortua kita) yg meninggal kita tdk ikut shalat atau sekadar ikut2an tanpa tahu bacaan, jadinya hanya org lain yg menyolatkan jenazah klga kita)
Mari sama-sama kita saling mengingatkan :

*Bacaan salat jenazah*
Mulai dari

*Niat sholat jenazah :*

Usholli 'alaa haadzalmayyiti arba'a takbiratatin fardhol kifayaatai ma'muuman lillahi ta'aala.

*Sholat jenazah terdapat 4 takbir ;*

*Setelah takbir pertama :*
membaca Surat Al Fatihah.

*Setelah takbir kedua :*
membaca sholawat:

Allahumma sholli alaa muhammad wa ala aali muhammad. Kamaa sholaita ala ibroohim wa ala aali ibroohim. Innaka hamiidun majiid. Allahumma baarik ala muhammad wa ala aali muhammad. Kamaa baarokta ala ibroohim wa ala aali ibroohim. Innaka hamidun majiid.

*Setelah takbir ketiga* membaca: doa

Allahummagh firlahu waa warhamhu wa'aafihu wa'fuanhu.

ctt :
hu : utk mayat laki-laki
ha : utk mayat perempuan

*Setelah takbir keempat  membaca:* Doa lagi

Allahumma la tahrim naa ajrahu walaa taftinnaa ba'dahu waghfirlanaa walahu.

ctt :
hu : utk mayat laki-laki
ha : utk mayat perempuan
hum : untuk mayat lebih dari    satu atau tidak mengetahui laki atau perempuan

*Kemudian salam ke kanan dan ke kiri* dalam posisi berdiri.

☝ *silakan copas, share* buat klga, teman dan kerabat lainnya, jika dianggap perlu dan berguna. jika tdk biarkan saja, kalau perlu dihapus saja ok bpk ibu sdr ku..mhn maaf yg sebesar-besarnya. Wassalamualaikum.wrwb.

Senin, 17 Juni 2019

Motivasi Diri

Allahu Akbar...gak jenuh bacanya...
Kami sedang antri periksa kesehatan. Dokter yang kami kunjungi ini termasuk dokter sepuh –berusia sekitar tujuh puluhan- spesialis penyakit...
“Silakan duduk,” sambut dr.Paulus.
Aku duduk di depan meja kerjanya, mengamati pria sepuh berkacamata ini yang sedang sibuk menulis identitasku di kartu pasien.

“Apa yang dirasakan, Mas?”

Aku pun bercerita tentang apa yang kualami sejak 2013 hingga saat ini. Mulai dari awal merasakan sakit maag, peristiwa-peristiwa kram perut, ambruk berkali-kali, gejala dan vonis tipes, pengalaman opnam dan endoskopi, derita GERD, hingga tentang radang duodenum dan praktek tata pola makan Food Combining yang kulakoni.

“Kalau kram perutnya sudah enggak pernah lagi, Pak,” ungkapku, “Tapi sensasi panas di dada ini masih kerasa, panik juga cemas, mules, mual. Kalau telat makan, maag saya kambuh. Apalagi setelah beberapa bulan tata pola makan saya amburadul lagi.”

“Tapi buat puasa kuat ya?”

“Kuat, Pak.”

“Orang kalau kuat puasa, harusnya nggak bisa kena maag!”

Aku terbengong, menunggu penjelasan.

“Asam lambung itu,” terang Pak Paulus, “Diaktifkan oleh instruksi otak kita. Kalau otak kita bisa mengendalikan persepsi, maka asam lambung itu akan nurut sendiri. Dan itu sudah bisa dilakukan oleh orang-orang puasa.”

“Maksudnya, Pak?”

“Orang puasa ‘kan malamnya wajib niat to?”

“Njih, Pak.”

“Nah, niat itulah yang kemudian menjadi kontrol otak atas asam lambung. Ketika situ sudah bertekad kuat besok mau puasa, besok nggak makan sejak subuh sampai maghrib, itu membuat otak menginstruksikan kepada fisik biar kuat, asam lambung pun terkendali. Ya kalau sensasi lapar memang ada, namanya juga puasa. Tapi asam lambung tidak akan naik, apalagi sampai parah. Itu syaratnya kalau situ memang malamnya sudah niat mantap. Kalau cuma di mulut bilang mau puasa tapi hatinya nggak mantap, ya tetap nggak kuat. Makanya niat itu jadi kewajiban, ‘kan?”

“Iya, ya, Pak,” aku manggut-manggut nyengir.

“Manusia itu, Mas, secara ilmiah memang punya tenaga cadangan hingga enam puluh hari. Maksudnya, kalau orang sehat itu bisa tetap bertahan hidup tanpa makan dalam keadaan sadar selama dua bulan. Misalnya puasa dan buka-sahurnya cuma minum sedikit. Itu kuat. Asalkan tekadnya juga kuat.”

Aku melongo lagi.

“Makanya, dahulu raja-raja Jawa itu sebelum jadi raja, mereka tirakat dulu. Misalnya puasa empat puluh hari. Bukanya cuma minum air kali. Itu jaman dulu ya, waktu kalinya masih bersih. Hahaha,” ia tertawa ringan, menambah rona wajahnya yang memang kelihatan masih segar meski keriput penanda usia.

Kemudian ia mengambil sejilid buku di rak sebelah kanan meja kerjanya. Ya, ruang praktek dokter dengan rak buku. Keren sekali. Aku lupa judul dan penulisnya. Ia langsung membuka satu halaman dan menunjukiku beberapa baris kalimat yang sudah distabilo hijau.

“Coba baca, Mas: ‘mengatakan adalah mengundang, memikirkan adalah mengundang, meyakini adalah mengundang’. Jadi kalau situ memikirkan; ‘ah, kalau telat makan nanti asam lambung saya naik’, apalagi berulang-ulang mengatakan dan meyakininya, ya situ berarti mengundang penyakit itu. Maka benar kata orang-orang itu bahwa perkataan bisa jadi doa. Nabi Musa itu, kalau kerasa sakit, langsung mensugesti diri; ah sembuh. Ya sembuh. Orang-orang debus itu nggak merasa sakit saat diiris-iris kan karena sudah bisa mengendalikan pikirannya. Einstein yang nemuin bom atom itu konon cuma lima persen pendayagunaan otaknya. Jadi potensi otak itu luar biasa,” papar Pak Paulus.

“Jadi kalau jadwal makan sembarangan berarti sebenarnya nggak apa-apa ya, Pak?”

“Nah, itu lain lagi. Makan harus tetap teratur, ajeg, konsisten. Itu agar menjaga aktivitas asam lambung juga. Misalnya situ makan tiga kali sehari, maka jarak antara sarapan dan makan siang buatla sama dengan jarak antara makan siang dan makan malam. Misalnya, sarapan jam enam pagi, makan siang jam dua belas siang, makan malam jam enam petang. Kalau siang, misalnya jam sebelas situ rasanya nggak sempat makan siang jam dua belas, ya niatkan saja puasa sampai sore. Jangan mengundur makan siang ke jam dua misalnya, ganti aja dengan minum air putih yang banyak. Dengan pola yang teratur, maka organ di dalam tubuh pun kerjanya teratur. Nah, pola teratur itu sudah bisa dilakukan oleh orang-orang yang puasa dengan waktu buka dan sahurnya.”

“Ooo, gitu ya Pak,” sahutku baru menyadari.

“Tapi ya itu tadi. Yang lebih penting adalah pikiran situ, yakin nggak apa-apa, yakin sembuh. Allah sudah menciptakan tubu kita untuk menyembuhkan diri sendiri, ada mekanismenya, ada enzim yang bekerja di dalam tubuh untuk penyembuhan diri. Dan itu bisa diaktifkan secara optimal kalau pikiran kita optimis. Kalau situ cemas, takut, kuatir, justru imunitas situ turun dan rentan sakit juga.”

Pak Paulus mengambil beberapa jilid buku lagi, tentang ‘enzim kebahagiaan’ endorphin, tentang enzim peremajaan, dan beberapa tema psiko-medis lain tulisan dokter-dokter Jepang dan Mesir.

“Situ juga berkali-kali divonis tipes ya?”

“Iya, Pak.”

“Itu salah kaprah.”

“Maksudnya?”

“Sekali orang kena bakteri thypoid penyebab tipes, maka antibodi terhadap bakteri itu bisa bertahan dua tahun. Sehingga selama dua tahun itu mestinya orang tersebut nggak kena tipes lagi. Bagi orang yang fisiknya kuat, bisa sampai lima tahun. Walaupun memang dalam tes widal hasilnya positif, tapi itu bukan tipes. Jadi selama ini banyak yang salah kaprah, setahun sampai tipes dua kali, apalagi sampai opnam. Itu biar rumah sakitnya penuh saja. Kemungkinan hanya demam biasa.”

“Haah?”

“Iya Mas. Kalaupun tipes, nggak perlu dirawat di rumah sakit sebenarnya. Asalkan dia masih bisa minum, cukup istirahat di rumah dan minum obat tipes. Sembuh sudah. Dulu, pernah di RS Sardjito, saya anjurkan agar belasan pasien tipes yang nggak mampu, nggak punya asuransi, rawat jalan saja. Yang penting tetep konsumsi obat dari saya, minum yang banyak, dan tiap hari harus cek ke rumah sakit, biayanya gratis. Mereka nurut. Itu dalam waktu maksimal empat hari sudah pada sembuh. Sedangkan pasien yang dirawat inap, minimal baru bisa pulang setelah satu minggu, itupun masih lemas.”

“Tapi ‘kan pasien harus bedrest, Pak?”

“Ya ‘kan bisa di rumah.”

“Tapi kalau nggak pakai infus ‘kan lemes terus Pak?”

“Nah situ nggak yakin sih. Saya yakinkan pasien bahwa mereka bisa sembuh. Asalkan mau nurut dan berusaha seperti yang saya sarankan itu. Lagi-lagi saya bilang, kekuatan keyakinan itu luar biasa lho, Mas.”

Dahiku berkernyit. Menunggu lanjutan cerita.

“Dulu,” lanjut Pak Paulus, “Ada seorang wanita kena kanker payudara. Sebelah kanannya diangkat, dioperasi di Sardjito.
Nggak lama, ternyata payudara kirinya kena juga. Karena nggak segera lapor dan dapat penanganan, kankernya merembet ke paru-paru dan jantung. Medis di Sardjito angkat tangan.

Dia divonis punya harapan hidup maksimal hanya empat bulan.”

“Lalu, Pak?” tanyaku antusias.

“Lalu dia kesini ketemu saya. Bukan minta obat atau apa.
Dia cuma nanya; ‘Pak Paulus, saya sudah divonis maksimal empat bulan.

Kira-kira bisa nggak kalau diundur jadi enam bulan?’

Saya heran saat itu, saya tanya kenapa.

Dia bilang bahwa enam bulan lagi anak bungsunya mau nikah, jadi pengen ‘menangi’ momen itu.”

“Waah.. Lalu, Pak?”

“Ya saya jelaskan apa adanya. Bahwa vonis medis itu nggak seratus persen, walaupun prosentasenya sampai sembilan puluh sembilan persen,
tetap masih ada satu persen berupa kepasrahan kepada Tuhan yang bisa mengalahkan vonis medis sekalipun.
Maka saya bilang; sudah Bu, situ nggak usah mikir bakal mati empat bulan lagi.
Justru situ harus siap mental, bahwa hari ini atau besok situ siap mati.
Kapanpun mati, siap!
Begitu, situ pasrah kepada Tuhan, siap menghadap Tuhan kapanpun. Tapi harus tetap berusaha bertahan hidup.”

Aku tambah melongo. Tak menyangka ada nasehat macam itu.
Kukira ia akan memotivasi si ibu agar semangat untuk sembuh, malah disuruh siap mati kapanpun.
O iya, mules mual dan berbagai sensasi ketidaknyamanansudah tak kurasakan lagi.

“Dia mau nurut. Untuk menyiapkan mental siap mati kapanpun itu dia butuh waktu satu bulan.
Dia bilang sudah mantap, pasrah kepada Tuhan bahwa dia siap.
Dia nggak lagi mengkhawatirkan penyakit itu, sudah sangat enjoy.
Nah, saat itu saya cuma kasih satu macam obat. Itupun hanya obat anti mual biar dia tetap bisa makan dan punya energi untuk melawan kankernya.

Setelah hampir empat bulan, dia check-up lagi ke Sardjito dan di sana dokter yang meriksa geleng-geleng. Kankernya sudah berangsur-angsur hilang!”

“Orangnya masih hidup, Pak?”

“Masih. Dan itu kejadian empat belas tahun lalu.”

“Wah, wah, wah..”

“Kejadian itu juga yang menjadikan saya yakin ketika operasi jantung dulu.”

“Lhoh, njenengan pernah Pak?”

“Iya.
Dulu saya operasi bedah jantung di Jakarta. Pembuluhnya sudah rusak. Saya ditawari pasang ring.

Saya nggak mau. Akhirnya diambillah pembuluh dari kaki untuk dipasang di jantung.

Saat itu saya yakin betul sembuh cepat. Maka dalam waktu empat hari pasca operasi, saya sudah balik ke Jogja, bahkan dari bandara ke sini saya nyetir sendiri.
Padahal umumnya minimal dua minggu baru bisa pulang.
Orang yang masuk operasi yang sama bareng saya baru bisa pulang setelah dua bulan.”

Pak Paulus mengisahkan pengalamannya ini dengan mata berbinar. Semangatnya meluap-luap hingga menular ke pasiennya ini. Jujur saja, penjelasan yang ia paparkan meningkatkan harapan sembuhku dengan begitu drastis.

Persis ketika dua tahun lalu pada saat ngobrol dengan Bu Anung tentang pola makan dan kesehatan. Semangat menjadi kembali segar!

“Tapi ya nggak cuma pasrah terus nggak mau usaha.
Saya juga punya kenalan dokter,” lanjutnya,
“Dulu tugas di Bethesda, aslinya Jakarta, lalu pindah mukim di Tennessee, Amerika.

Di sana dia kena kanker stadium empat. Setelah divonis mati dua bulan lagi, dia akhirnya pasrah dan pasang mental siap mati kapanpun.

Hingga suatu hari dia jalan-jalan ke perpustakaan, dia baca-baca buku tentang Afrika.
Lalu muncul rasa penasaran, kira-kira gimana kasus kanker di Afrika.
Dia cari-cari referensi tentang itu, nggak ketemu. Akhirnya dia hubungi kawannya, seorang dokter di Afrika Tengah.

Kawannya itu nggak bisa jawab.
Lalu dihubungkan langsung ke kementerian kesehatan sana. Dari kementerian, dia dapat jawaban mengherankan, bahwa di sana nggak ada kasus kanker.
Nah dia pun kaget, tambah penasaran.”

Pak Paulus jeda sejenak. Aku masih menatapnya penuh penasaran juga, “Lanjut, Pak,” benakku.

“Beberapa hari kemudian dia berangkat ke Afrika Tengah.
Di sana dia meneliti kebiasaan hidup orang-orang pribumi. Apa yang dia temukan?
Orang-orang di sana makannya sangat sehat.
Yaitu sayur-sayuran mentah, dilalap, nggak dimasak kayak kita.

Sepiring porsi makan itu tiga perempatnya sayuran, sisanya yang seperempat untuk menu karbohidrat. Selain itu, sayur yang dimakan ditanam dengan media yang organik. Pupuknya organik pake kotoran hewan dan sisa-sisa tumbuhan.

Jadi ya betul-betul sehat.
Nggak kayak kita, sudah pupuknya pakai yang berbahaya, eh pakai dimasak pula. Serba salah kita.

Bahkan beras merah dan hitam yang sehat-sehat itu, kita nggak mau makan.
Malah kita jadikan pakan burung, ya jadinya burung itu yang sehat, kitanya sakit-sakitan.”

Keterangan ini mengingatkanku pada obrolan dengan Bu Anung tentang sayur mayur, menu makanan serasi, hingga beras sehat. Pas sekali.

“Nah dia yang awalnya hanya ingin tahu, akhirnya ikut-ikutan.

Dia tinggal di sana selama tiga mingguan dan menalani pola makan seperti orang-orang Afrika itu.”

“Hasilnya, Pak?”

“Setelah tiga minggu, dia kembali ke Tennessee.

Dia mulai menanam sayur mayur di lahan sempit dengan cara alami.
Lalu beberapa bulan kemudian dia check-up medis lagi untuk periksa kankernya,”

“Sembuh, Pak?”

“Ya! Pemeriksaan menunjukkan kankernya hilang.
Kondisi fisiknya berangsur-angsur membaik. Ini buki bahwa keyakinan yang kuat, kepasrahan kepada Tuhan, itu energi yang luar biasa.

Apalagi ditambah dengan usaha yang logis dan sesuai dengan fitrah tubuh.

Makanya situ nggak usah cemas, nggak usah takut..”

Takjub, tentu saja.

Pada momen ini Pak Paulus menghujaniku dengan pengalaman-pengalamannya di dunia kedokteran, tentang kisah-kisah para pasien yang punya optimisme dan pasien yang pesimis.

Aku jadi teringat kisah serupa yang menimpa alumni Madrasah Huffadh Al-Munawwir, pesantren tempatku belajar saat ini.

Singkatnya, santri ini mengidap tumor ganas yang bisa berpindah-pindah benjolannya.

Ia divonis dokter hanya mampu bertahan hidup dua bulan. Terkejut atas vonis ini, ia misuh-misuh di depan dokter saat itu.
Namun pada akhirnya ia mampu menerima kenyataan itu.

Ia pun bertekad menyongsong maut dengan percaya diri dan ibadah. Ia sowan ke Romo Kiai, menyampaikan maksudnya itu.

Kemudian oleh Romo Kiai, santri ini diijazahi (diberi rekomendasi amalan)
Riyadhoh Qur’an, yakni amalan membaca Al-Quran tanpa henti selama empat puluh hari penuh, kecuali untuk memenuhi hajat dan kewajiban primer.

Riyadhoh pun dimulai. Ia lalui hari-hari dengan membaca Al-Quran tanpa henti.

Persis di pojokan aula Madrasah Huffadh yang sekarang. Karena merasa begitu dingin, ia jadikan karpet sebagai selimut.

Hari ke tiga puluh, ia sering muntah-muntah, keringatnya pun sudah begitu bau.

Bacin, mirip bangkai tikus,kenang narasumber yang menceritakan kisah ini padaku. Hari ke tiga puluh lima, tubuhnya sudah nampak lebih segar, dan ajaibnya; benjolan tumornya sudah hilang.

Selepas rampung riyadhoh empat puluh hari itu, dia kembali periksa ke rumah sakit di mana ia divonis mati.

Pihak rumah sakit pun heran.
Penyakit pemuda itu sudah hilang, bersih, dan menunjukkan kondisi vital yang sangat sehat!

Aku pribadi sangat percaya bahwa gelombang yang diciptakan oleh ritual ibadah bisa mewujudkan energi positif bagi fisik.

Khususnya energi penyembuhan bagi mereka yang sakit.

Memang tidak mudah untuk sampai ke frekuensi itu, namun harus sering dilatih. Hal ini diiyakan oleh Pak Paulus.

“Untuk melatih pikiran biar bisa tenang itu cukup dengan pernapasan.

Situ tarik napas lewat hidung dalam-dalam selama lima detik, kemudian tahan selama tiga detik. Lalu hembuskan lewat mulut sampai tuntas. Lakukan tujuh kali setiap sebelum Shubuh dan sebelum Maghrib.

Itu sangat efektif. Kalau orang pencak, ditahannya bisa sampai tuuh detik.
Tapi kalau untuk kesehatan ya cukup tiga detik saja.”

Nah, anjuran yang ini sudah kupraktekkan sejak lama. Meskipun dengan tata laksana yang sedikit berbeda.

Terutama untuk mengatasi insomnia. Memang ampuh. Yakni metode empat-tujuh-delapan.

Ketika merasa susah tidur alias insomnia, itu pengaruh pikiran yang masih terganggu berbagai hal.

Maka pikiran perlu ditenangkan, yakni dengan pernapasan.
Tak perlu obat, bius, atau sejenisnya, murah meriah.

Pertama, tarik napas lewat hidung sampai detik ke empat, lalu tahan sampai detik ke tujuh, lalu hembuskan lewat mulut pada detik ke delapan. Ulangi sebanyak empat sampai lima kali.

Memang iya mata kita tidak langsung terpejam ngantuk, tapi pikiran menadi rileks dan beberapa menit kemudian tanpa terasa kita sudah terlelap.
Awalnya aku juga agak ragu, tapi begitu kucoba, ternyata memang ampuh. Bahkan bagi yang mengalami insomnia sebab rindu akut sekalipun.

“Gelombang yang dikeluarkan oleh otak itu punya energi sendiri, dan itu bergantung dari seberapa yakin tekad kita dan seberapa kuat konsentrasi kita,” terangnya,

“Jadi kalau situ sholat dua menit saja dengan khusyuk, itu sinyalnya lebih bagus ketimbang situ sholat sejam tapi pikiran situ kemana-mana, hehehe.”

Duh, terang saja aku tersindir di kalimat ini.

“Termasuk dalam hal ini adalah keampuhan sholat malam.

Sholat tahajud. Itu ketika kamu baru bangun di akhir malam, gelombang otak itu pada frekuensi Alpha. Jauh lebih kuat daripada gelombang Beta yang teradi pada waktu Isya atau Shubuh.
Jadi ya logis saja kalau doa di saat tahajud itu begitu cepat ‘naik’ dan terkabul. Apa yang diminta, itulah yang diundang.
Ketika tekad situ begitu kuat, ditambah lagi gelombang otak yang lagi kuat-kuatnya, maka sangat besar potensi terwujud doa-doa situ.”

Tak kusangka Pak Paulus bakal menyinggung perihal sholat segala. Aku pun ternganga. Ia menunjukkan sampul buku tentang ‘enzim panjang umur’.

“Tubuh kita ini, Mas, diberi kemampuan oleh Allah untuk meregenerasi sel-sel yang rusak dengan bantuan enzim tertentu, populer disebut dengan enzim panjang umur. Secara berkala sel-sel baru terbentuk, dan yang lama dibuang.
Ketika pikiran kita positif untuk sembuh, maka yang dibuang pun sel-sel yang terkena penyakit.

Menurut penelitian, enzim ini bisa bekerja dengan baik bagi mereka yang sering merasakan lapar dalam tiga sampai empat hari sekali.”

Pak Paulus menatapku, seakan mengharapkan agar aku menyimpulkan sendiri.

“Puasa?”
“Ya!”
“Senin-Kamis?”

“Tepat sekali! Ketika puasa itu regenerasi sel berlangsung dengan optimal.

Makanya orang puasa sebulan itu juga harusnya bisa jadi detoksifikasi yang ampuh terhadap berbagai penyakit.”

Lagi-lagi,aku manggut-manggut.

Tak asing dengan teori ini.

“Pokoknya situ harus merangsang tubuh agar bisa menyembuhkan diri sendiri.

Jangan ketergantungan dengan obat. Suplemen yang nggak perlu-perlu amat,nggak usahlah. Minum yang banyak, sehari dua liter, bisa lebih kalau situ banyak berkeringat, ya tergantung kebutuhan.

Tertawalah yang lepas, bergembira, nonton film lucu tiap hari juga bisa merangsang produksi endorphin, hormon kebahagiaan. Itu akan sangat mempercepat kesembuhan.

Penyakit apapun itu! Situ punya radang usus kalau cemas dan khawatir terus ya susah sembuhnya.

Termasuk asam lambung yang sering kerasa panas di dada itu.”

Terus kusimak baik-baik anjurannya sambil mengelus perut yang tak lagi terasa begah. Aneh.

“Tentu saja seperti yang saya sarankan, situ harus teratur makan, biar asam lambung bisa teratur juga.

Bangun tidur minum air hangat dua gelas sebelum diasupi yang lain.

Ini saya kasih vitamin saja buat situ, sehari minum satu saja. Tapi ingat, yang paling utama adalah kemantapan hati, yakin, bahwa situ nggak apa-apa. Sembuh!”

Begitulah. Perkiraanku yang tadinya bakal disangoni berbagai macam jenis obat pun keliru.

Hanya dua puluh rangkai kaplet vitamin biasa, Obivit, suplemen makanan yang tak ada ?;kaitannya dengan asam lambung apalagi GERD.

Hampir satu jam kami ngobrol di ruang praktek itu, tentu saja ini pengalaman yang tak biasa. Seperti konsultasi dokter pribadi saja rasanya.

Padahal saat keluar, kulihat masih ada dua pasien lagi yang kelihatannya sudah begitu jengah menunggu.

“Yang penting pikiran situ dikendalikan, tenang dan berbahagia saja ya,” ucap Pak Paulus sambil menyalamiku ketika hendak pamit.

Dan jujur saja, aku pulang dalam keadaan bugar, sama sekali tak merasa mual, mules, dan saudara-saudaranya.

Terima kasih Pak Paulus.

Kadipiro Yogyakarta, 2016

Dari wordpress GUBUGREOT

Boleh di share biar lebih bermanfaat buat orang banyak, kalo pelit di simpen sendiri juga gak apa apa =D

Rasulullah S.A.W bersabda :"Barang siapa yang menyampaikan 1 (satu) ilmu saja dan ada orang yang mengamalkannya,maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia), dia akan tetap memperoleh pahala." (HR. Al-Bukhari) copas dari Andang Masnur

Kamis, 13 Juni 2019

Bela dan beli

*Negeri Asing Itu Bernama KULONPROGO*

*_Bupati Kulonprogo, cara mengurus daerahnya sangat bertolak belakang dengan pimpinan di pusat yg mengutamakan impor._*

Apa yang terjadi di Kulonprogo saat ini?

Teladan dalam Senyap
(belajar nasionalisme ekonomi dari Kulonprogo)

Kulonprogo bukanlah daerah yang jadi sorotan media. Bukan kota besar seperti Bandung, Surabaya, apalagi Jakarta.

Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, pun tak sepopuler Kang Emil, Bu Risma apalagi Ahok.

Walau tanpa sorotan media, Hasto Wardoyo, telah meletakkan spirit kemandirian sebuah bangsa. Ia mengajak warganya keluar dari kemiskinan, dengan kekuatannya sendiri.

Hasto memberi teladan dalam senyapnya publikasi. Ia memulai dengan gerakan bela dan beli Kulonprogo.

Antara lain, dengan mengeluarkan kebijakan yang *_mewajibkan para pelajar dan PNS di sana mengenakan seragam batik geblek renteng, batik khas Kulonprogo, pada hari tertentu_*.

Ternyata, dengan jumlah 80.000 pelajar dan 8.000 PNS, kebijakan ini mampu mendongkrak industri batik lokal.

Sentra kerajinan batik tumbuh pesat, dari cuma 2 menjadi 50an. Seribuan perajin batik Kulonprogo yang biasanya bekerja di Yogyakarta, kini bisa bekerja di Kulonprogo.

Uang ratusan miliar rupiah dari usaha kecil inipun berputar di Kulonprogo.

Puryanto, seorang pengusaha batik di desa Ngentarejo, mengaku omzetnya meningkat bahkan pernah hingga mencapai 500 persen.

Hasto, yang menjabat Bupati sejak 2011, juga berusaha menjamin pendapatan petani lokal, dengan *_mewajibkan setiap PNS membeli beras produksi petani Kulonprogo, 10 kg/bulan_*.

Bahkan beras raskin yang dikelola Bulog setempat, kini menggunakan beras produksi petani Kulonprogo.

Sang *_Bupati yang juga dokter spesialis kandungan ini juga membuat PDAM mengembangkan usaha, dengan memprodusi Air kemasan merk AirKu_* (air Kulonprogo ).

Selain menyumbangkan PAD, *keberadaan air kemasan ini membangkitkan kebanggaan warga setempat dengan mengkonsumsi air produk sendiri*.

AirKu kini menguasai seperempat ceruk pasar air kemasan di Kulonprogo.

Anto, staf setempat, menuturkan, kini jumlah permintaan lebih besar dari produksi. Karena itu, volume produksi AirKu akan segera ditingkatkan.

Berbagai kebijakan lewat *Program Bela dan Beli, ternyata mampu menurunkan angka kemiskinan di Kulonprogo*.

Dari 22,54 % pada tahun 2013 menjadi 16,74 % pada tahun 2014 (data Bappeda).

Oh ya, jika Anda ke Kulonprogo, *Anda tak akan menemukan papan iklan rokok*. Pemerintah Kulonprogo memang menolak sponsor dari perusahaan rokok.

Kebijakan ini tentu mengurangi pendapatan daerah. Namun, memimpin daerah bukan cuma soal menggenjot pendapatan tapi menempatkan posisi moral yang memihak rakyat.

Dalam hal ini, membela hak kesehatan rakyat. Bupati yang lulusan UGM ini juga memberlakukan *Universal Coverage dalam pelayanan kesehatan, di mana Pemkab Kulonprogo menanggung biaya kesehatan warganya Rp 5 juta /orang*.

Untuk mengimbangi program Universal Coverage, RSUD Wates Kulonprogo memberlakukan layanan tanpa kelas.

Artinya, ketika kelas 3 penuh, pasien miskin bisa dirawat di kelas 2, kelas 1, bahkan VIP.

Sekali lagi, berbagai *kebijakan populis ini dijalankan tanpa banyak sorotan media.*

Dan satu lagi di Kulonprogo *Alfaxxxx dan Indoxxxx yang biasanya berdampingan bagai pasangan yang tak terpisahkan itu (di mana ada alfaxxxx, di situ ada indoxxxx) tidak diijinkan untuk membuka usahanya, kecuali mau bermitra dengan Koperasi dengan syarat dan ketentuan tertentu*.

Salah satunya kewajiban menampung produk UKM di dalam gerai tersebut dan mempekerjakan karyawan dari anggota koperasi.

Alfaxxxx dan Indoxxxx yang bekerja sama dengan koperasi, namanya bukan Alfaxxxx dan Indoxxxx lagi tapi diganti menjadi *TOMIRA (Toko Milik Rakyat)*.

Semoga bisa ditiru dan dilaksanakan pimpinan daerah lain.

*Jika Kabupaten Kulonprogo bisa mengapa Kabupaten, Kota lain nggak bisa?*

*_Ayoo maju bangsaku, rakyatku semuanya!_*

Sumber @ahmad taufik

*_Jangan lupa LIKE dan SHARE Halaman ini, untuk update beritanya._*

https://www.facebook.com/1364032657065894/posts/1632260803576410/

Selasa, 11 Juni 2019

Masa tua

Buat yang sudah Pensiun dan akan Pensiun Baca deh ... bagus tulisannya :

*Siapa yang Kamu Harapkan Kelak Setelah Memasuki Usia Senja ?*

Coba Dengarkan Suara Hati Para Lelaki/Wanita Senja Ini ... Kelak saat Anda sudah tua, siapa yang Anda harapkan ?

*Jika Anda memiliki satu sarang (tempat tinggal/rumah) sendiri, harap jangan Anda tinggalkan sebelum ajal menjemput*.

*Jika masih memiliki pasangan hidup, baik-baiklah hidup bersama seiring dengannya, saling mengisi dan menopang.*

*Jaga dan rawatlah baik-baik kesehatan sendiri.*

*Bersuka citalah dengan attitude/sikap yang baik.*

*Semua orang akan menjadi tua..!*

*Hanya saja fisik (kesehatan) kita sekarang masih kuat, otak (pikiran) juga masih jernih, bagaimana kelak jika sudah tua, siapa yang diandalkan/ diharapkan !?*

Untuk membahasnya perlu 4 tahapan berikut ini :
*Tahap pertama*, 
1) Jaminan/kepastian
Anak memiliki ekonomi yang baik, itu adalah miliknya, milik si anak ... bukan milikmu.
Anak berbakti, itu adalah kualitas yang baik pada dirinya, walau itu tak lepas dari hasil didikanmu ...
2) Jika setelah memasuki usia pensiun 60 - 70 tahun fisik (kesehatan) masih relatif baik dan kondisi juga memungkinkan, maka :
1. Makanlah kalau memang suka dengan makanan tertentu,
2. Pakailah kalau memang suka dengan busana yang diinginkan, dan
3. Bermainlah sepuasnya (game atau semacam nya),
4. Jangan lagi terlalu kejam/pelit pada diri sendiri (manjakan diri sendiri),
5. Hari-hari seperti itu tidak banyak lagi, jadi manfaatkanlah dengan baik.
6. Pastikan ada sedikit uang simpanan sendiri,
7. Pertahankan rumah yang dimiliki,
8. Siapkan segalanya (sebelum dan menjelang ajal) untuk diri sendiri.
9. Meski anak memiliki ekonomi yang baik, tapi itu miliknya, anak berbakti ... itu adalah kualitas yang baik pada dirinya.
Jangan menolak bantuan mereka. Tapi tetap harus bergantung pada diri sendiri. Aturlah kehidupan sendiri.

*Tahap kedua*
*KESEHATAN DIRI*
1) Jagalah kondisi kesehatan sendiri sebaik mungkin, hidup tanpa mengandalkan orang lain jauh lebih baik.
2) Setelah 70 (tujuh puluh) tahun tidak ada penyakit, juga bencana, krn hrs bisa :
1. Mengatur kehidupan dan mengurus diri
2. Sadar diri ini benar-benar sudah tua, perlahan-lahan, stamina dan fisik itu akan melemah, reaksi juga akan semakin buruk,
3. Saat makan, makanlah dengan perlahan, jangan sampai tersedak.
4. Saat berjalan juga jalanlah perlahan, jangan sampai terjerembab.
5. Jangan memaksakan diri lagi, jagalah kesehatan diri baik-baik !
6. Jangan lagi mencampuri masalah ini dan itu, mencampuri masalah anak atau terkadang mencampuri masalah generasi ketiga (cucu).
7. Bertahun-tahun sudah mengurus ini dan itu, kini saatnya harus sedikit egois, uruslah diri sendiri dengan baik.
8. Jalanilah segalanya dengan santai, bantu bersih-bersih.
9. Jaga dengan baik kesehatan diri sendiri.
10. Usahakan waktu hidup sendiri lakukan rutinitas sehari-hari itu selama mungkin. Hidup tanpa bergantung pada orang lain akan jauh lebih baik.

*Tahap ketiga*
*Psikologis*
1) Generasi seperti kita ini telah mengalami segala pahit getir hidup, saya percaya, perjalanan terakhir dari hidup kita juga bisa kita hadapi dengan tenang.
2) Ketika kesehatan mulai memburuk dan butuh bantuan, maka kita harus siap dengan hari “H”  (ýaitu hari tibanya kematian) ini. Tapi, sebagian besar orang tidak bisa melewati tahapan ini.
3) Aturlah dengan baik suasana hati dan sesuaikan dengan tibanya hari itu.
4) Hidup, tua, sakit dan mati merupakan hal yang normal dalam kehidupan, jadi hadapilah dengan tenang.
5) Ini adalah perjalanan hidup terakhir, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan.
6) Siapkan jauh-jauh hari sebelumnya, maka kita tidak akan terlalu bersedih.

*Tahap keempat*
*Mengandalkan diri sendiri*
Ketika otak (pikiran) kita masih jernih, dan saat penyakit mulai melilit dan tak tersembuhkan serta kualitas hidup memburuk, maka kita harus :
1. Berani menghadapi kematian, bulatkan tekad agar keluarga tidak perlu lagi berusaha menyelamatkan.
2. Jangan membiarkan kerabat handai taulan melakukan segala upaya yang sia-sia (karena memang sudah waktunya berpulang kepada-Nya - jangan melawan takdir).

Ketika sudah tua, siapa yang diandalkan/diharapkan ?
*Diri sendiri - diri sendiri dan - tetap diri kita sendiri.*

Ini adalah cuplikan dari fragmen 'Apa yang Harus Dilakukan saat Sudah Tua' – *Yeh Chin-Chuan* (Sarjana Kesehatan Masyarakat dan juga seorang politisi Taiwan) :
Saya selalu berpikir orang tua di atas 80 tahun :
1. Tidak perlu membatasi makanannya harus bening,
2. Tidak perlu menurunkan berat badan.
3. Yang paling penting masih bisa makan (nafsu makan bagus), makanlah apa yang disukai,
makanlah makanan yang kita anggap paling lezat, agar bisa menikmati hidup dengan lebih ceria.
4. Membatasi orang tua tidak boleh makan ini dan itu, ini bertentangan dengan sifat alami manusia, dan juga tidak ada dasar ilmiahnya.

Sebenarnya, semakin banyak bukti ilmiah, orang tua harus makan lebih baik, sedikit lebih gemuk.
Supaya ia memiliki setitik lebih banyak kemampuan untuk melawan penyakit, kemampuan untuk melawan depresi...

Saya do’akan setiap orang tua bisa menikmati perjalanan hidup terakhir mereka dengan lebih indah dan mengesankan. Jangan sampai meninggalkan penyesalan yang dibawa sampai ke liang lahat ...😍❤🤩👍👍🙏... ada tambahan, jangan pernah merasa tua krn apabila merasa tua akan timbul Energi Negatif dalam diri kita yg akan membuat diri kita seolah2 sdh tdk bisa melakukan apa2 lagi. Tetaplah beraktifitas  yg bermanfaat bagi diri, klrg & lingkungan sekitar. 💪💃💪