Senin, 30 Maret 2020

Negriku Mengemis

Negeriku Mengemis

Oleh : Abd. Latif

Akhirnya terkuak sudah mengapa selama ini pemerintah ngotot tidak mau lockdown. Dengan berbagai alasan mereka kemukakan untuk menghindari lockdown. Ngotot bicara Lockdown sebagai tindakan otoriter, Lockdown tak manusiawi, lockdown tidak efektif, Lockdown ide sesat HTI, ternyata lagi bokek, miskin dan tak punya duit. Gitu saja malu-malu, fitnah sana fitnah sini, ujung-ujungnya mengemis.

Negeriku mengemis hari ini. sungguh sangat ironi sekali ditengah kemewahan para pejabat, ditengah kekayaan negeri yang melimpah ruah, ditengah sumberdaya alam negara yang banyak, namun masih saja mengemis pada rakyatnya. Buat apa bisa menggaji jajaran BPIP Rp. 120.000.000/ bulan, buat apa bisa menggaji jajaran Staf khusus milenial Rp.51.000.000/bulan, namun tak mampu membiayai lockdown untuk rakyatnya.

Bukankah menurut data Indonesia Mining Asosiation, Indonesia meraih peringkat ke-6 di dunia katagori negara yang kaya akan sumber daya tambang. Mulai dari emas, nikel, batu bara, minyak, gas alam dan lain-lain melimpah ruah di negeri ini. tapi mengapa hari ini negeri yang kaya ini mengemis memohon belaskasihan rakyatnya? Jelas ini ada yang salah dalam mengelolanya.

Malu, marah, bercampur berang mendengar negara sebesar indonesia ini mengemis pada rakyatnya. Ini menunjukkan bahwa pengelola pemerintah sangat amat amatir. Bukankah rakyat sudah dipalak dengan berbagai pungutan pajak. Setiap sendi ekonomi rakyat dipajak. Sepeda dipajak, mobil dipajak, bumi dipajak, bangunan dipajak, toko dan kios dipajak, usaha dipajak, pegawai dipajak, rumah dipajak, semua dipajak.

Tidak cukup rezim ini membebani rakyat dengan berbagai pajak, semua subsidi untuk rakyat pun telah dihapus juga hingga harga semua kebutuhan umum rakyat naik. Listrik naik, BBM naik, air naik, semua kebutuhan pokok naik. Ditambah lagi dengan beban BPJS atas nama jaminan kesehatan yang tidak menjamin. Belum cukupkah semua itu untuk mengenyangkan para pejabat? Lalu buat apa punya sumberdaya alam melimpah, buat ada pemilu yang berbiaya mahal kalau semua tidak berarti untuk rakyat?

Seandainya rezim ini bijak tentu hal memalukan ini tidak akan terjadi. Ini negara bukan sekedar organisasi atau perkumpulan kecil. Cobalah dihitung, seandainya lockdown diberlakukan dan rakyat dijamin kebutuhannya. Katakan jumlah penduduk Indonesia 300 juta, 50% diantaranya mampu atau kaya atau daerah aman. Berarti yang harus disubsidi adalah 150 juta jiwa, jika 1 hari dengan jatah kebutuhan Rp.30.000/jiwa dan lama lockdown 10 hari maka dibutuhkan dana 150 juta x 30 ribu x 10 hari sama dengan Rp. 45 triliun.

Dari kalkulasi diatas maka hanya dibutuhkan dana sebesar Rp. 45 triliun, kalau 100% rakyat dijamin berarti Cuma butuh Rp. 90 triliun. Sungguh ini adalah nilai yang sangat kecil dibandingkan dengan dana dikucurkan Bank Indonesia yang mencapai Rp. 300 triliun hanya untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Bahkan lebih kecil dibandingkan dengan anggaran pemindahan Ibukota baru yang mencapai Rp. 460 riliun.

Pertanyaannya mengapa untuk mengucurkan dana 300 triliun hanya untuk rupiah mampu sedang untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya tidak mampu. Mengapa untuk sebuah proyek pemindahan ibukota 460 triliun mampu sementara untuk menolong nyawa rakyatnya sendiri tidak mampu. Inilah logika tumpul para penguasa rezim kapitalis. Karena dibalik kucuran dana BI dan proyek pemindahan ibukota terdapat keuntungan pribadi yang berkali-lipat, sementara kalau untuk rakyat hanya menghabiskan tenaga saja.

Semakin nyata bahwa aksi negara mengemis ini tidak lain hanya untuk mencari keuntungan semata. Bukan murni karena negara kurang dana atau pailit. Semua hanya rekayasa untuk bisnis di tengah rakyat yang meregang nyawa. Rezim ini semakin hilang rasa kemanusiaanya. Hari ini sejarah telah mencatat NEGERIKU MENGEMIS. Hari ini sejarah telah mencatat PANCASILA MENGEMIS. Apakah mereka semua sudah tidak punya muka lagi ?

Ust. Abdul Somad: Dalil majelis dzikir

Selasa, 24 Maret 2020

Langit Tahu

*Berpikir positif*๐Ÿ๐Ÿ

Tahun 1892 Toko Buah Yu mengangkut 50 keranjang nanas dr Laiyang ke Shanghai.

Krn perjalanan yg jauh nanas2 itu jadi lembek & dibuanglah nanas2 itu. 

Di sebrang Toko Buah Yu ada toko kecil dihuni suami istri yg tidak memiliki sesuatu utk dimakan & sgr memungut nanas yg dibuang itu. Nanas dikupas, dipotong kecil2, dibuang bagian yg lembek & dijualnya potongan2 yg masih segar. Bisnis ini berjalan lancar. 

Suami istri ini membeli nanas lembek dr Toko Yu. Krn sudah lembek, Toko Yu dg senang hati menjual murah. Nanas itu diproses mjd dodol nanas & terjual laris. Dlm waktu singkat dodol nanas ini menjadi makanan khas daerah Tiongkok Selatan & sampai ke kerajaan. 

Akhirnya pemilik Toko Yu iri saat mrk tahu dodol nanas itu terbuat dr nanas yg mrk jual murah.

Di malam harinya Yu menulis tiga aksara "Tian Zhi Dao" (Langit Tahu) lalu menempelnya di pintu toko dodol nanas.

Esok harinya suami istri itu melihat tulisan ini & terperanjat krn tahu ada orang yg ingin merusak bisnis mrk. Lalu sang suami tertawa & berucap, "Kita kebetulan sdg mencari nama toko. Hari ini ada orang menuliskan nama toko & mengirimnya ke depan pintu. Bagus sekali. Kaisar juga pernah memakan kue dodol nanas tokoku. Kaisar adalah Putra Langit dimasa ini, jadi sudah seharusnya memakai nama Tian Zhi Dao. Oke, sy pakai tiga aksara ini sbg nama toko!"

Akibatnya bisnis dodol nanas ini menjadi semakin maju.

Yu menjadi berang & dg liciknya melukis di dinding toko itu seekor kura2 yg menyembunyikan kepala di dlm tempurung disertai tulisan: "Tidak tahu malu".

Keesokan harinya, melihat lukisan kura2 ini, sepasang suami istri itu terdiam. Namun lalu berucap bersamaan, "Kita pakai kura2 sbg logo produk. Dodol nanas dpt menyembuhkan batuk & memperpanjang usia. Kura2 adalah hewan yg panjang usianya." Sejak itu, logo kura2 mjd terkenal di Shanghai. 

ORANG BIJAK MENGUBAH SETIAP GANGGUAN MENJADI PELUANG. Nikmati kehidupan ini dg selalu positive thinking.
Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat

๐ŸŒน *_“Ya Allah, sungguh aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.”_*

*Ya Tuhan kami, berilah kami ampunan dan juga kepada saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami. Dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”*

*“Ya Allah, sehatkanlah tubuhku, sehatkanlah pendengaranku, sehatkanlah penglihatanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari kekafiran dan kemiskinan. Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari siksa kubur, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau.”*

*Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang jahat, dari istri/pasangan yang membuatku beruban sebelum waktunya (membuat kesusahan/bikin banyak pikiran), dari anak yang menjadi tuan bagiku (durhaka), dari harta yang menjadi siksaan/adzab untukku dan dari teman yang jahat ; matanya melihatku hatinya mengawasiku, jika melihat kebaikanku ia menyembunyikannya namun jika melihat keburukanku ia menyebarkannya.*

*“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.”*
https://t.me/joinchat/AAAAAEBaFHlvgAbKPP8V0g
•┈┈┈•❀❁❦๐ŸŒท✨๐Ÿ’œ✨๐ŸŒท❦❁❀•┈┈┈•

Minggu, 22 Maret 2020

Puncak Keinginan

๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ 
Sejenak Pagi:
*Puncak Keinginan*

Keinginan meraih dunia seringkali menjadi yang terbesar dalam hati kita. Karena manusia lebih mengejar sesuatu yang kasat mata. keinginan meraih dunia seringkali mendatangkan kekecewaan dan kegalauan di saat tak dapat meraihnya. 
Ketika berhasil meraihnya, seringkali membuat lupa dan menimbulkan kecongkakan dan keserakahan. 
Bahkan tak pernah puas untuk mengumpulkannya. 
Menjadikan hati miskin dan rakus.
Sedangkan keinginan meraih akherat seringkali dikesampingkan. 

Padahal ketika hati hanya berharap akherat, ia akan menjadi hati yang kokoh. Ia akan selalu merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya dari kehidupan dunia. Karena ia sadar bahwa kenikmatan dunia hanya sementara dan kelak akan dihisab oleh pemiliknya yaitu Alloh Azza Wajalla.

Hati yang menginginkan akherat tak mudah galau dan bersedih hati ketika terluput dari dunia. 
Ia hanya menggantungkan pengharapannya kepada sang pencipta. Ia memandang dunia sebagai sesuatu yang hina. 
Sehingga ketika dunia mendatanginya, ia tak tertipu bahkan ia khawatir akan beratnya hisab pada hari kiamat. 
Sungguh indah hati seperti ini.

Inilah rahasia sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
*“Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, maka Alloh akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Alloh akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di pelupuk matanya, dan dunia yang berhasil diraih hanyalah apa yang telah ditetapkan baginya."*
(HR. Imam Ahmad).

Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu memohon kepada Alloh Ta'ala agar tidak menjadikan dunia sebagai puncak keinginan dan puncak keilmuannya. Beliau berdoa:
*"Dan jangan engkau jadikan musibah itu menimpa agama kami. Dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai puncak keinginan kami dan puncak pengetahuan kami. Dan jangan Engkau jadikan orang yang tidak menyayangi kami sebagai penguasa kami."*
(HR At Tirmidzi)

Semoga Alloh Ta'ala senantiasa membimbing Kita Untuk Selalu dalam kebaikan dan kebahagiaan hidup.

Semoga kita terus istiqomah dalam beribadah, senantiasa mensyukuri nikmat Alloh Ta'ala dan diberi kekuatan oleh Alloh Ta'ala utk menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
*Robbana Taqobbal Minna*
Ya Alloh terimalah dari kami (amalan kami), aamiin

www.sejenakpagi.info
๐Ÿ˜Š❤๐Ÿ‘

Jumat, 13 Maret 2020

Dzikir Al Matsurat Pagi - Bacaan dan Terjemahan Bahasa Indonesia

Berani dengarkan ayat ruqyah ini rasakan kedahsyatanya

Ayat Ayat Ruqyah Untuk Diri Sendiri || Rasakan Dahsyatnya Untuk Pengusir...

Keajaiban Ayat Qursi Keutamaan 16 Doa Pengusir Setan & Jin dan Ilmu Santet

FULL SURAT AL FATIHAH AL MULK AL WAQIAH AR RAHMAN YASIN AL KAHFI AD DUKH...

Surah Ar Rahman,Surah Yasin,Surah Al Waqi'ah,Surah Al Mulk & Surah Al Kahfi

Berani dengarkan ayat ruqyah ini rasakan kedahsyatanya

Dua DOA Yang Paling Sering Dibaca Nabi, Ternyata Kita Sudah Hafal

10 Doa Pendek Mudah Dihafal Dan Diamalkan, Boleh dibaca Setelah Sholat W...

Kamis, 12 Maret 2020

GOOD JUDGMENT,

*GOOD JUDGMENT, MOTIVATED REASONING & CONFIRMATION BIAS*
 
INI LAYAK MENJADI PAKAIAN TAQWA POLITISI ISLAM.....

https://www.ted.com/talks/julia_galef_why_you_think_you_re_right_even_if_you_re_wrong/up-next#t-650211

*MENGAPA ORANG TETAP MERASA BENAR WALAUPUN SEJATINYA SALAH ?*

Pada tahun 1894, sebuah surat yang telah disobek- sobek ditemukan di keranjang sampah oleh staf dari seorang Jenderal Prancis. Maka dilakukanlah investegasi besar2an untuk mengetahui siapa yang lewat bukti surat itu telah menjual rahasia militer Perancis ke pihak Jerman. Dan kecurigaan kebanyakan orang mengarah pada *Letkol. Alfred Dreyfus*.

Dreyfus tidak punya track record yang tercela, tidak juga punya motif untuk melakukan pengkhianatan. Cuman ada dua hal yang dapat membuat kecurigaan terhadap Dreyfus. Pertama, tulisannya mirip dengan surat yang ditemukan, dan lebih parah lagi, dia satu2nya pejabat militer yang beragama Yahudi. Waktu itu, Militer Perancis dikenal anti Yahudi.

Lalu rumah Dreyfus digeledah, mereka tidak menemukan bukti apa pun. Tapi ini pun malah dianggap sebagai bukti betapa liciknya Dreyfus. Tidak hanya berkhianat, dia juga degan sengaja menghilangkan semua bukti. Lalu mereka memeriksa personal history-nya, bahkan menginterview guru sekolahnya. Ditemukan dia sangat cerdas, menguasai 4 bahasa, dan punya memori yg sangat tajam. Maka ini pun dianggap sebagai "bukti" bahwa Dreyfus punya motif dan skill untuk kerja pada agen intelijen asing. Bukankah memang agen intelijen harus punya 3 skill itu? Benarkan?

Maka Dreyfus diajukan ke pengadilan militer, dan dinyatakan bersalah. Di depan publik, lencananya dilucuti, kancing baju dicabut, pedang militernya dipatahkan. Peristiwa ini dikenang sebagai "Degradation of Dreyfus". Saat diarak oleh massa yang menghujat dia, Dreyfus teriak, "Saya bersumpah saya tidak bersalah, saya masih layak untuk mengabdi pada negara, Hidup Perancis. Hidup Angkatan Darat". Tapi semua orang sudah tidak peduli dengan teriakannya, dan Akhirnya dia divonis penjara seumur hidup di Devil's Island, pada tanggal 5 Januari 1895.

Mengapa serombongan orang pintar dan berkuasa di Perancis waktu itu begitu yakin bahwa Dreyfus bersalah? Dugaan bahwa Dreyfus memang sengaja dijebak, ternyata keliru. Para sejarawan meyakini bahwa Dreyfus tidak dijebak, dia hanya menjadi korban dari sebuah fenomena yang disebut *"MOTIVATED REASONING"*. Yaitu sebuah penalaran yang nampak sangat logis dan rasional, padahal semua itu hanyalah upaya mencari PEMBENARAN atas suatu ide yang telah diyakini sebelumnya. Tujuannya? termotivasi untuk membela atau menyerang ide tertentu, bukan mencari KEBENARAN secara jernih, dari pihak mana pun kebenaran itu berasal.

Maka kalau *orang sudah mengeras sikapnya untuk sangat pro/anti partai politik tertentu*, atau sudah terlanjur gandrung/benci sama seseorang, maka orang akan cenderung mengalami "motivated reasoning" ini. *Apa pun pendapat orang lain yang dianggap musuh akan nampak salah di pikiran "rasional".* Karena memang itulah hebatnya otak, selalu bisa menemukan alasan rasional kenapa mereka salah, dan saya benar. Orang akan bisa mencari 1000 bukti yang membenarkan sikap itu. Bahkan hal2 yang sifatnya netral tiba2 jadi nampak sebagai "bukti" dari kebenaran sikap ini. 

Kalau hati sudah dikuasai oleh cinta atau benci, dan berketetapan, pokoknya saya pro ini, anti itu, kita akan cenderung meyakini kebenaran segala pendapat yang mendukung pendapat kita, dan mengabaiakan segala argumen yang berlawanan dengan keyakinan kita. Kita jadi kehilangan akal sehat yang adil dan proporsional dalam menyikapi segala hal. Para psikolog menyebut kesesatan pikir yang mewabah akhir2 ini: *CONFIRMATION BIAS*. 

Fenomena confirmation bias dan motivated reasoning ini sudah sangat jamak ditemukan di sekitar kita, bahkan kadang kita pun ikut jadi pelaku utamanya. Karena hampir semua dari kita telah mengambil sikap untuk memilih partai tertentu, suka tokoh tertentu, punya agama/madzhab tertentu, bahkan mungkin menjadi anggota fanatik supporter klub sepak bola tertentu. Semua ini telah menjadikan kita secara otomatis mudah sekali terjebak dalam 2 kesesatan pikir di atas.

By the way, bagaimana dengan nasib Dreyfus? Adalah Colonel Georges Picquart, yang walaupun dia juga anti Yahudi, mulai berpikir, bagaimana jika memang Dreyfus tidak bersalah? bagaimana jika karena salah tangkap, penjahat sebenarnya masih berkeliaran dan terus membocorkan rahasia militer Perancis pada Jerman? Kebetulan dia menemukan ada pejabat militer lain yang tulisan tangannya lebih mirip dengan surat yang ditemukan, dibanding tulisan Dreyfus. Singkat cerita, atas perjuangan Colonel Picquard, Dreyfus baru dinyatakan tidak bersalah 11 TAHUN kemudian. 

Yang paling menakutkan dari Motivated Reasoning & Confirmation Bias ini adalah, pelakunya seringkali tidak menyadari dan membela pendapatnya mati2an sambil menghujat pendapat lain yang berbeda, sehingga efeknya terjadi perang mulut, bahkan di beberapa negara, terjadi  genocida, dan perang saudara.

Maka bagaimana caranya agar kita bisa berpikir lebih adil dan jernih?
Bagaimana agar kita selamat dari 2 sesat pikir di atas? agar kita bisa membuat prediksi yang akurat, membuat keputusan yang tepat, atau sekedar membuat good judgement? 

Menariknya, ini tidak berkaitan dengan seberapa pintar atau seberapa tinggi IQ kita atau gelar akademis kita. Kata para ahli tentang "good judgment", ini justru berkaitan erat dengan bagaimana anda "merasa" (how you feel). Berikut beberapa Tips untuk memiliki "penilaian yang jernih" :

1. Jangan Terlalu Emosional. Semakin kita emosional, semakin kita termotivasi untuk menyeleksi kebenaran. Semua argumen yang berlawanan akan cenderung kita abaikan. Sementara hoax-pun, asal cocok dengan selera kita akan buru2 kita yakini kebenarannya.

2. Pertahankan rasa Ingin tahu (Curiosity). Rasa penasaran ingin tahu ini akan membuat kita lebih ingin mengecek argumentasi dari dua kubu. Tidak cepat puas buru2 meyakini segala informasi yang masuk.

3. Milikilah hati dan pikiran yang terbuka (Open-Mind & Open-Heart). dengan begini kita akan cenderung mau mendengarkan dan berempati atas posisi masing2 dari dua kubu yang berseteru. Jangan menutup diri hanya mau menerima informasi dari pihak yang pro sama kita, dan langsung mencurigai, bahkan menolak berita dari semua yang kita anggap pro lawan kita.

4. Jadilah orang yang Independen (grounded). Jangan mudah anut grubyuk ikut2an pendapat seseorang atau satu kelompok. Jangan letakkan harga diri kita berdasarkan omongan orang lain tentang kita. Silahkan pro ini atau anti itu. Tapi jangan overdosis, sampai menganggap segala hal yang dari pihak kita pasti benar dan segala hal yang dari pihak lawan pasti salah.

5. Milikilah kerendahan hati (Humbleness) bahwa memang kita punya keyakinan tertentu tentang segala hal (politik, aliran pemikiran, dll) tapi dengarkan dengan empatik juga pendapat2 yang berlawanan dengan kita. Dan jika bukti2 menunjukkan kita memang salah, jangan sungkan2 untuk mengakui dan minta maaf.

Kesimpulannya, menurut Julia Galef, yg ceramahnya di TEDX mendasari tulisan ini:

*"Untuk memiliki good judgment (penilaian yang jernih), khususnya untuk hal2 yang kontroversial, kita tidak terlalu membutuhkan kepintaran atau analisa yang canggih, tapi kita lebih membutuhkan kedewasaan psikologis dan pengelolaan emosi yang baik"*

Jadi apa yang paling kita inginkan? 
Apakah membela mati2an pendapat subyektif kita?
Ataukah ingin melihat dunia dengan mata hati sejernih mungkin?
Memilih yang benar itu benar dan mengikutinya dalam hidup ?

Minggu, 01 Maret 2020

KU BENCI

Sulung yang Ku Benci

Anissa Qurrota Ayyuni namanya, anak perempuan penyejuk hati kedua orangtua. Buah hati pertamaku dan suamiku. Di penantian tahun ke dua, saat aku nyaris diceraikan suami karna tak kunjung hamil, ia datang mengubah mendung menjadi terang. Dua garis merah membuat seisi rumah bahagia, tangis manja pertamanya menjadi suka cita. Anak pertama, cucu pertama, keponakan pertama, Ia sangat dinanti. Semua perhatian tertuju padanya, akupun nyaris cemburu terhadap putriku sendiri. 

Namun tak berlangsung lama, aku kembali hamil saat Nisa berusia 3 bulan. Genap 1 tahun Nisa sudah mempunyai seorang adik perempuan, Annida namanya. Paras Nida berbanding terbalik dengan Nisa. Jika Nisa berkulit gelap seperti Bapaknya, Nida terlahir bak salju, putih meneduhkan, membuat kagum mata yang melihat.

Di ulang tahun Nida yang pertama aku menyadari bahwa aku tengah hamil anak ketiga. Semua berharap akan ada anak laki-laki sebagai pelengkap kebahagiaan. Namun, kelahiran Annika membuat suamiku justru semakin penasaran, ingin aku segera hamil kembali agar mendapat anak laki-laki.

Nika sama seperti Nida, nyaris mirip seperti anak kembar, sifatnya juga mirip, mereka tak pernah menyusahkanku. Berbeda dengan Nisa yg berani menentangku. Jika keinginannya tidak dituruti dia akan menangis dan teriak hingga seisi rumah keluar menghampirinya. Terlebih saat usianya 5 tahun, saat si kembar Ammar dan Akmal lahir, kelakuannya semakin menjadi, saat aku marah maka dia akan berlindung di balik badan Neneknya. Saat ini aku mulai membencinya, terlebih banyak yg membelanya ketika aku memarahinya.

Ada saja tingkahnya yg memancing emosiku. Dia sangat aktif sampai tiada hari tanpa membuat rumah bak kapal pecah, suaranya sangat nyaring memekakkan telinga, dia suka bermain di luar rumah bersama teman-temannya hingga lupa waktu, baju seragam sekolahnya bisa berubah warna, putih saat berangkat dan menjadi coklat saat pulang sekolah. Semua tingkah lakunya membuatku geram. Sudah berkali-kali dia kucambuk, tapi tetap diulangi. Sudah berkali-kali dia kuusir, tapi dia tetap disini. Seperti tak ada jeranya.

Pernah suatu saat ia membohongiku, pamit untuk mengaji, nyatanya ia malah main dengan teman-temannya mencari kecebong di selokan air. Aku naik pitam, kuseret Nisa sampai ke rumah, ku robek-robek buku mengajinya, aku buang semua bajunya ke jalan, jika tak ada neneknya mungkin Nisa sudah mati ku hajar.

Tapi itulah Nisa, dia akan merayuku, meminta maaf, bersujud di kaki ku, membantu semua pekerjaan rumah, dia tidak akan kemana-mana sampai aku memaafkannya. Tanpa bosan, tanpa kenal lelah membujuk serta merayuku, agar kuberi maafku. Kadang terpaksa aku memaafkannya atas bujukkan dari Nenek dan Bapaknya. Namun, bukan Nisa namanya jika ia tak mengulangi perbuatannya. Suamiku bilang, sikapku terhadap Nisa sudah keterlaluan, tapi tahukan dia bahwa Nisa yang sebenarnya kelewatan? Pembelaan terhadap anak itu justru membuatku makin membencinya.

Aku akan sangat bahagia jika Nida, Nika, Ammar dan Akmal mendapat nilai 80 saat ujian. Tapi, aku merasa biasa saja saat Nisa menunjukkan angka 100 di kertas ujiannya, atau saat namanya diumumkan sebagai peringkat pertama di kelasnya, bahkan saat ia memperoleh juara pertama pada olympiade matematika se jabodetabek.

Aku yang menangis tak karuan saat harus melepas Nida ke Yogyakarta dan Nika ke Bandung untuk melanjutkan kuliah, juga saat kedua jagoanku pergi menempuh pendidikan agar menjadi TNI. Namun, tak ada sama sekali air mata yang menetes saat mengetahui Nisa mendapat beasiswa dan harus pergi ke Sudan, tempat yang sangat jauh dibanding Yogyakarta dan Bandung.

Nisa memang kumasukkan ke pesantren setelah lulus SD, agar aku merasa tentram di rumah. Aku jarang menjemput Nisa dengan alasan supaya Nisa mandiri dan supaya hafalan Al-qurannya tidak terganggu. Untungnya Nisa menurut untuk tidak terlalu sering pulang, hanya Bapak dan Neneknya yang sering mengunjunginya di pesantren. Tapi, kalau Nisa sudah di rumah, rumah akan kembali ramai seperti pasar. Dia akan banyak bercerita, banyak tertawa dan banyak makan, membuatku ingin cepat-cepat mengembalikannya ke pesantren.

Walau Nisa berhasil menjadi Hafidzah di usianya yg ke 15 tahun, tapi itu tetap tak membuatku bangga kepadanya, seperti Bapak dan Neneknya yang sangat bahagia hingga meneteskan air mata. Berbeda saat aku mengetahui Nida dan Nika berhasil diterima menjadi ASN, aku sangat bahagia, tak henti-hentinya aku bercerita hingga seluruh penjuru kampung tau berita ini. Pun saat kembarku berhasil menjadi TNI aku bangga, aku jumawa. Padahal Nisa juga bekerja menjadi seorang guru di sebuah sekolah islam internasional di Jakarta dengan gaji dollar.

Nissa rutin memberiku uang bulanan dengan jumlah yang menurutku lumayan banyak, tapi aku anggap itu sebagai sebuah sikap yang wajar bagi seorang anak. Tapi, uang dua ratus ribu yang diberikan anakku yang lain kepadaku bisa membuatku mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada mereka.

Aku senang Nida menjadi ASN, menetap di Yogyakarta dan bersuamikan seorang ASN pula. Aku bahagia melihat Nika, seorang ASN yang bersuamikan seorang manager sebuah perusahaan swasta. Dan aku bangga dengan kembarku yang dapat mewujudkan impiannya menjadi TNI, membela kedaulatan Negara Republik Indonesia. Nisa, entah bagaimana menghadirkan rasa bangga di hatiku atasnya, padahal dia sudah berjuang menjadi hafidzah dan Insya Allah akan memakaikan jubah dan mahkota kelak padaku di hari akhir.

"Berbaik hatilah pada Nisa Bu, dia anakmu juga. Apa salah Nisa sampai Ibu begitu membencinya? Kasihan Nisa, dia selalu berusaha menjadi yang terbaik buat Ibu! Jangan karna kenakalannya sewaktu kecil menjadikan benci selamanya, ingat Bu, sekarang dia sudah besar sudah dewasa!" entah kali keberapa suamiku menasehatiku seperti itu. Setali tiga uang dengan Ibuku, bahkan sebelum meninggalpun Ibu berpesan agar aku bisa menyayangi Nisa dengan setulus hati. Mengapa hanya Nisa?

"Apa yang Nisa lakukan sepertinya selalu salah dimatamu Bu, adillah Bu, kita ini orang tua, kita ini panutan, apa salah Nisa sampai kamu seperti ini?"

"Salah Nisa karna dia anak kesayanganmu Pak dan cucu kesayangan Ibuku! Tapi kesalahan terbesarnya saat ini karna dia bodoh Pak, dia bodoh sudah melepas pekerjaannya demi menuruti keinginan suaminya yang hanya seorang guru! Dia bodoh karna sudah membeli rumah di samping rumah kita, sadar Pak, dia bakal jadi benalu buat kita nantinya!" penuh emosi aku menjawab pertanyaan suamiku, saat aku mengetahui bahwa sekarang Nisa tinggal tepat di samping rumahku dan terlebih saat ini dia hanya seorang ibu rumah tangga. Suamiku hanya diam menatapku, seperti tak percaya akan apa yang barusan didengarnya dari mulutku.

"Ibu.. Nisa minta maaf, Nisa tidak ada maksud ingin menjadi benalu bagi Ibu. Nisa hanya ingin..." kalimatnya terhenti saat tiba-tiba "braak.." suamiku jatuh tak sadarkan diri. Ya, itu hari terakhir aku melihat suamiku di dunia. Tak henti aku menangis, tak henti aku menyalahkan Nisa. Karena gara-gara membahas soal dia, penyakit jantung suamiku kambuh hingga menyebabkan ia meninggalkanku selamanya. 

"Percuma kamu capek-capek menghafal Quran Nisa, percuma kamu Ibu masukkan pesantren kalau ujung-ujungnya kamu yang menjadi sebab meninggalnya Bapakmu!" Nisa hanya menunduk sesenggukan, sesekali terdengar lirih dari mulutnya "Ibu maafkan Nisa." Tapi aku tetap bergeming, aku tinggalkan Nisa untuk mengurus jenazah suamiku.

"Bu apa bisa segera kita mandikan Jenazahnya? Hari sudah semakin sore khawatir penguburannya kemalaman, lagian kasihan jenazahnya sudah sejak semalam disini, harus disegerakan". Tanya Pak Junaedi marbot masjid tempat tinggalku. Mataku nanar menatap sekeliling, aku mencari Nida, Nika, dan jagoan kembarku keseluruh penjuru rumah, tapi tak kutemukan, yang kulihat hanya Nisa, suaminya, beserta kedua anaknya yang sedari tadi membacakan ayat suci Al-quran di samping jenazah suamiku. Akhirnya terpaksa jenazah suamiku dikebumikan tanpa kehadiran keempat anakku yang lain, mereka baru datang keesokan harinya. Hanya dua hari mereka menemaniku, setelah itu mereka kembali ke rumah masing-masing dengan kesibukannya masing-masing. Dan aku harus kembali menahan rindu hingga datangnya hari Raya Idul Fitri. Biasanya di hari itu mereka semua akan berkumpul bersamaku.

Sejak hari itu hariku kelabu, tak ada semangatku lagi. Bahkan untuk sekedar mengisi perutku yang keroncongan aku enggan. Nisa setiap hari menemaniku, dia juga memasak untukku. Tapi hatiku tetap membatu, aku masih mendiaminya. Aku akan makan jika Nisa sudah pulang ke rumahnya, jika ia masih disini, walau dibujuk seperti apapun aku tak akan membuka mulut. Aku juga sering memarahinya dengan alasan sepele. Namun, bukan Nisa namanya jika tidak keras kepala. Keesokan harinya dia akan datang lagi, memasak buatku, membujuk aku supaya mau makan, meminta maaf padaku, terus seperti itu setiap hari seperti tidak ada pekerjaan lain.

"Nisa, sudah kamu telepon adik-adikmu? Kabari kalau Ibu dirawat supaya mereka kesini". Perintahku kepada Nisa yang tengah sibuk memencet-mencet ponselnya. Aku memang sudah lama mengidap diabetes, dan kali ini kambuh karena diam-diam aku meminum segelas teh kemasan yang kubeli di warung tanpa sepengetahuan Nisa, setelah minum teh itu kurasakan kepalaku berat, duniaku berputar, tiba-tiba gelap, kemudian saat aku terbangun aku sudah berada di rumah sakit dengan selang di hidung juga di tanganku, tak lupa Nisa di sampingku.

"Bu, besok kalau mau minum teh manis bilang Nisa ya, biar Nisa bikinin pake gula khusus diabet". Ucapnya sambil terus sibuk dengan ponselnya. Aku menjawabnya dengan anggukan yang mungkin tak terlihat olehnya.

"Bu, ga ada yang diangkat, tapi Nisa sudah kirim pesan, semoga segera dibalas ya bu."

"Coba sini ibu yang telepon!" Kurebut ponsel dari tangan Nisa, kutekan nomor keempat anakku satu persatu, tak ada jawaban, hanya suara operator yang kudengar.

Hari berganti hari, pagi berganti siang, sore berganti malam, hingga aku diperbolehkan pulang ke rumah oleh dokter, ke empat anakku tak ada yang datang. 

"Bu ini semalam adik-adik balas pesan Nisa, Nida katanya ga bisa ke Jakarta karna anak-anaknya lagi ujian Bu, Nika juga berhalangan Bu katanya lagi ikut pelatih di Malang, terus aku sms istrinya kembar, katanya mereka lagi ada pendidikan Bu, baru pulang bulan depan, dan ga bisa terima telepon selain hari libur. Jangan sedih ya Bu, mereka doain Ibu ko, semoga ibu segera pulih". Kuseka air mataku, ada emosi yang kuat bergejolak di hati.

"Terus kamu kenapa masih disini Nisa? ga ada kesibukan lain?" hardikku.

"Nisa di sini karna memang kewajiban Nisa ada disini Bu. Nisa meninggalkan kesibukan Nisa yang lain untuk merawat Ibu, Insya Allah Bang Khalif ridho karna dia yang suruh Nisa jaga Ibu, si kembar Wafa sama Wildan dijaga sama mertua Nisa di rumah, dari kemarin mereka nanyain terus kapan Nenek pulang?" ucap Nisa lembut sambil merangkul tubuh rentaku, aku merasa ada kehangatan yang selama ini belum pernah kurasa. "Ibu, maafin Nisa ya!" ucapnya lirih sambil menyeka air matanya.

"Neneeek!" belum sempat kujawab maaf Nisa tiba-tiba cucuku si kembar Wafa dan Wildan beserta ayahnya Khalif datang menjemputku.

Di rumah sikapku terhadap Nisa tak banyak berubah. Sekarang aku mengikuti beberapa pengajian, agar aku tak terus-terusan meratapi kepergian suamiku. Biasanya saat aku pulang dari pengajian, rumahku sudah rapi, makanan sudah tersedia di meja, dan Nisa sudah pulang ke rumahnya. Tapi kali ini, saat aku memasuki pekarangan rumahku, kulihat sandal Nisa ada di depan pintu. Setelah kuucapkan salam, akupun masuk ke dalam dan menemukan Nisa yang berlari ke arahku, mencium tanganku dan mempersilahkan aku untuk segera makan.

"Tumben kamu masih disini Nisa? Apa ada kabar dari adik-adikmu?" tanyaku. Kulihat Nisa menggeleng sambil menundukkan kepalanya.

"Bu maafin Nisa."

"Kamu ini Nisa, dari dulu selalu gigih minta maaf ke Ibu, tapi selalunya kamu ulangi lagi itu perbuatanmu!"

"Nisa dulu nakal banget ya bu? Maafin Nisa ya Bu, oiya Ibu inget foto ini ga?" ucapnya seraya menghampiriku dan membuka album foto keluarga yang hampir aku lupakan keberadaannya. "Ini Ibu sama Bapak waktu muda ya, Ibu cantik ga kaya Nisa, hitam, pendek, gendut hehe" Nisa terus mengoceh hingga sampai pada satu buah foto, foto dirinya sedang mengenakan baju muslim buatanku. 

"Ini bajunya masih Nisa simpen lo bu, buat Wafa kalau sudah besar, Nisa suka banget sama baju ini, hijau warna favorit Nisa" aku tersenyum mendengarnya, setelah itu wajahnya berubah menjadi murung, lama ia terdiam sebelum kembali melanjutkan kata-katanya.

"Nisa inget, ini hari pertama Nisa mengaji di masjid, tapi malah bikin ibu marah karena Nisa main di selokan air, maafin Nisa ya bu" kemudian ia mengambil sesuatu dari kantung gamisnya. Dan aku kaget bukan kepalang, itu cincin pernikahanku dengan suamiku yang telah lama hilang. "Nisa sebenarnya bukannya cari kecebong Bu awalnya, Nisa cari ini, kata Bapak cincin Ibu masuk keselokan, karena cincinnya udah ketemu, jadi Nisa sekalian cari kecebong, dan jadi bikin Ibu marah". Lidahku kelu, tak ada sepatah katapun keluar dari bibirku.

"Ibu inget ga waktu Ibu mau pergi arisan, Nisa nangis teriak-teriak bikin Ibu marah, itu karna Nisa pengen Ibu di rumah sama Nisa, mumpung adik-adik semuanya lagi pergi ngaji. Nisa juga si yang salah Bu, Nisa ga tau cara bilang ke Ibu bagaimana, jadinya malah bikin Ibu marah terus, Nisa sadar bu, Nisa kecil itu menyebalkan, selalu bikin ibu marah. Tapi Nisa sangat berterima kasih sama Ibu karna masukin Nisa ke pesantren, Nisa belajar banyak disana, terutama tentang cara menghormati dan menyayangi Ibu, Insya Allah Nisa akan berusaha menjadi anak yang baik, Nisa akan merawat Ibu sampai kapanpun, Nisa akan selalu sayang sama Ibu walaupun Ibu membenci Nisa". Tiba-tiba dada ini sakit, melihat air matanya mengalir, bahunya berguncang, wajahnya tertunduk.

Merah pipiku, seperti ada tamparan keras yang tengah mendarat di sana. Lemas tubuhku seolah ada batu besar yang baru lepas dan merontokkan semua tulangku. Aku turun dari kursi, merangkak menghampiri Nisa, memegang kakinya dan bersujud di sana "Nisa maafkan Ibu" Nisa terkejut, lalu dengan sigap memegang tanganku, menjauhkan kakinya dari aku. Aku tak peduli, aku tetap bersimpuh disana walau ia terus melarangku, air mataku tumpah ruah. "Nisa maafkan Ibu, selama ini Ibu salah, selama ini Ibu dzalim sama kamu, selama ini Ibu yang bodoh, kamu hanya ingin bersama Ibu tapi Ibu ga pernah sadar, kamu hanya anak kecil yang Ibu paksa menjadi dewasa, Ibu terlalu sibuk dengan adik-adikmu, Ibu.. Ibu.. Ibu hanya cemburu kepadamu sayang, karena bapakmu juga nenekmu sangat menyayangimu dibanding Ibu." 

"Iya Ibu, sudah.. sudah.. Nisa sama sekali tidak menganggap Ibu salah, Nisa hanya berusaha agar Ibu sayang sama Nisa, Ibu.. Nisa sangat sayang sama Ibu" Nisa memelukku, menangis sesenggukan dipelukanku, begitu juga dengan aku.

"Nisa.. Terima kasih sudah memberi banyak pelajaran buat Ibu, terima kasih sudah menjadi Hafidzah, itu hadiah terindah buat Ibu, mulai saat ini, di sisa usia Ibu, Ibu akan menyayangi Nisa dengan setulus hati Ibu, seperti pesan nenek dan bapakmu, Ibu janji."

Saat itu hubunganku dan Nisa terus membaik, Nisa sangat telaten merawatku dan juga Ibu mertuanya. Nisa mengajakku mengunjungi adik-adiknya, dia bilang "Silaturahmi tidak selalu Ibu yang harus dikunjungi, mungkin adik-adik sibuk, sesekali boleh kan Ibu yang mengunjungi mereka?" dan aku sangat senang berkeliling mengunjungi anak-anakku. Bahkan Nisa dan suaminya memberangkatkanku dan Ibu mertuanya ke tanah suci.

Sulungku yang kubenci, kini malah sangat berbakti kepadaku, aku sangat bersyukur di hari tuaku masih ada anak yang membersamaiku. Aku sadar sebenarnya tidak ada anak yang nakal, sulungku hanya ingin perhatianku, namun ia sulit untuk mengungkapkannya, dan aku yang lambat menyadarinya. Di usianya yang masih sangat kecil dia harus berbagi kasih sayang dengan keempat adiknya. Sulungku yang dulu sangat kunanti, sulungku yang kupinta kehadirannya pada setiap doaku, dan ia yang menjadi guru pertama bagiku, mengajarkanku bagaimana menjadi Ibu. Terima kasih anak sulungku, maafkan Ibu yang tak sempurna.

Repost mbak Popie Susanty๐Ÿฅฐ