Padat Karya dan Stunting
Minggu lalu dalam suatu pertemuan besar di Jakarta yang dihadiri oleh empat Menteri, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo,Menteri Pembangunan Nasional Bambang Brofjonegoro dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. Hadir pula Kepala BKKBN Sigit Priohutomo dan Mantan Menko Kesra Taskin Haryono Suyono serta sekitar 100 Bupati dan 1000 Kepala Desa dari seluruh Indonesia,Menko PMK Puan Maharani bertindak sebagai pembawa pidato utama serta mendeklarasikan dimulainya Padat Karya yang dihubungkan dengan stunting yang masih marak terjadi di Indonesia.
Hampir pasti tidak semua orang akrab atau mengetahui istilah stunting.Padahal,menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia ada di urutan ke-lima jumlah anak dengan kondisi stunting. Apalagi dewasa ini sedang ada Germas, Kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang digelar oleh Kementerian Kesehatan untuk masyarakat luas.
Sesungguhnya hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang bebas dari stunting, karena angka rata-rata nasionalnya masih sekitar 37 persen. Salah satu wilayah di Indonesia dengan angka stunting tertinggi adalah kabupaten Ogan Komering ilir. Angka stunting kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menurut Riskesdas mencapai 40,5% atau hampir setengah balita di OKI mengalami stunting.
Di sekitar tahun delapan puluhan Kepala BKKBN, dr. Suwardjono Suryaningrat,sekarang sudah almarhum, tatkala mengadakan peninjauan lapangan bersama Deputi waktu itu, Haryono Suyono, sangat terkejut bahwa seorang ibu dengan anaknya yang kurang gizi sangat getol ber-KB padahal kalau tidak ditangani dengan baik, anaknya akan tumbuh kerdil atau hampir pasti segera menginggal dunia karena kurang gizi. Stunting adalah masalah gizi ironis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, bahkan sejak dalam kandungan sampai anak berumur dua tahun, yang umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi dalam tumbuh kembang anak dalam kandungan atau setelah lahir.
Dalam bahasa sehari-hari stunting dikenal sebagai anak balita yang kerdil dengan tinggi badan dibawah normal. Stunting yang biasanya dimulai sejak anak dalam kandungan sampai usia 59 bulan biasanya sejak lahir ditandai berat badannya tidak naik setiap bulan dan pertumbuhannya lamban atau sama sekali tetap kecil dan hampir tidak bertambah tinggi.
Karena pertumbuhannya lamban, maka pertumbuhan otaknya tidak maksimal sehingga kecerdasan anak balita itu tidak tumbuh dengan baik dan akibatnya anak menjadi bodoh dan
tidak berkembang sama sekali.
Stunting tidak saja karena kurang gizi, tetapi juga sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi serta kondisi lingkungan keluarga yang kurang sehat, tidak memiliki jamban keluarga dan lingkungan yang kurang mendapat perhatian sehingga anak balita sering menderita infeksi yang tidak terdeteksi atau tidak mendapat perhatian orang tuanya.
Stunting terjadi dalam suatu proses yang lambat dan lama, kumulatif dan tidak berarti bahwa asupan makanan sesaat saja yang tidak memadai karena kegagalan pertumbuhan itu suatu proses kumulatif yang memakan waktu karena orang tua yang miskin dan kehamilan 2 yang bisa terlalu sering sehingga ibu belum siap tetapi sudah hamil lagi atau anak terlalu banyak sehingga gizi melalui Asi tidak lagi efektif memberi asupan untuk anak yang sedang tumbuh tersebut.
Pada waktu Pak Suwardjono Suryaningrat dan kami melihat gejala di lapangan itu segera diputuskan bahwa BKKBN ikut membantu Departemen Kesehatan memberikan informasi dan mengajak pasangan usia subur muda memahami gizi sejak ibu belum mengandung, saat ibu mengandung dan pada waktu anaknya belum berusia dua tahun. BKKBN ikut serta mengembangkan program gizi terpadu dimulai pada 15.000 desa, kemudaian 30.000 desa dan akhirnya ikut aktif dalam 60.000 desa yang ada di Indonesia pada waktu itu. BKKBN yakin bahwa saktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama anak balita. Stunting yang tidak ditangani sejak awal kehidupan akan berdampak buruk pada kesehatan, kognitif, dan fungsional ketika dewasa.
Karena itu tatkala dr. Suwardjono diangkat menjadi Menteri Kesehatan dan Haryono Suyono menggantikan sebagai Kepala BKKBN, langkah pertama yang dilakukan adalah mendirikan Posyandu di seluruh Indonesia dimana penanganan ibu hamil dan melahirkan dipadukan dengan penanganan anak balita dilakukan melalui Posyandu secara terpadu. Melalui Posyandu ibu muda dikembangkan sikap dan pengetahuannya agar melakukan persiapan yang matang sebelum menikah, bergizi baik pada waktu menikah dan ingin memilki anak dan selama kehamilan memeriksakan dirinya secara tajin dengan memelihara asupan gizi agar anak yang dikandungnya mendapat asupan gizi yang baik.
Setelah anak lahir setiap bulan datang ke Posyandu agar anaknya ditmbang karena anak balita yang baik setiap bulan harus naik berat badannya. Kalau berat badannya tidak naik, maka kedua orang tuanya harus memberikan asupan gizi yang lebih baik lagi. Menyusui pada saat anak belum berusia dua tahun harus menjadi keharusan tetapi ibunya harus sehat agar air susunya cukup baik untuk anaknya tersebut.
Seluruh anggota keluarga harus mengalah, makan setelah ibu rumah tangga yang menyusui cukup makan untuk menghasilkan susu bagi anak yang belum berusia dua tahun. Krena itu Padat Karya yang dihubungkan dengan stunting tidak cukup dengan pendekatan biasa kerja keras bagi setiap penduduk desa di lapangan. Seluruh Kepala Desa perlu dengan tekun menghidupkan kembali Posyandu dan seluruh Jajaran PKK perlu lebih aktif mengajak semua pasangan usia subur untuk melakukan persiapan yang matang sebelum memutuskan untuk menikah, hamil atau hamil lagi.
Selama masa hamil harus mendapat masukan gizi yang cukup sehingga kandungannya sehat. Karena itu padat karya harus diutamakan dilaksanakan oleh keluarga muda dan miskin agar hasilnya bisa menambah pendapat keluarga dan membari masukan gizi yang baik bagi keluarga muda yang akan hamil atau sedang menyusui anaknya. Selama anak dalam usia dibawah dua tahun harus tetap mendapatkan Asi dari ibu yang sehat.
Keluarganya harus memiliki pendapatan yang memadai agar bisa memberi makan ibu yang sedang menyusui. Anak balita di bawa ke Posyandu untuk ditimbang agar mengetahui bahwa berat badannya selalu naik. Padat Karya harus itujukan kepada keluarga muda miskin agar keluarga tersebut bisa memberi asupan gizi yang baik untuk siap mengandung dan mempunyai anak sehat tidak stunting atau kekurang gizi dan menjadi anak yang kerdil dan bodoh serta menderita seumur hidupnya.
Dalam kegiatan Padat Karya tersebut perlu diperbaiki sarana Posyandu dan fasilitas kesehatan keluarga miskin seperti jamban keluarga, air bersih, rumah berlantai tanah diplester agar anak balita tidak terkena cacing sewaktu merangkak di rumahnya, sanitasi sekitar rumah bersih dan Kebun Bergizi di bangun di halaman rumah untuk asupan gizi keluarganya. (Prof Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar