🤝
Bismillah.......
tiitipan dari Dangau Kawa Minang...
KELEMBAGAAN ADAT BASANDI SYARAK
‘Adat basandi syarak” adalah siapa yang memiliki otoritas nilai nilai dasar adapt basandi syarak itu. Dalam hal ini dapat kita simak ungkapan adapt yang selalu disajikan oleh ninik mamak dalam setiap acara adat: “penghulu nan babudi, mati nan baraka, dubalang nan tau mungkin jo patuik, mualim nan baulemu” artinya otoritas budi dimiliki oleh penghulu, lalu apa budi, bagaimana cirri orang berbudi, dikatakan oleh ninik mamak, bahwa penghulu nan babudi adalah “ mamancuang indak putuih, manabang indak rabah”, artinya orang tidak akan tersinggung dengan ucapannya, karena ucapannya tidak menjatuhkan pilihan alternative, benar atau salaholeh karena selalu mempertimbangkan affeksi (perasaan) orang lain jangan tersinggung oleh ucapannya. Hal ini dikatakan semacam “kato pusako” . lalu bagaimana “manti nan baraka”, manti adalah pegawai pembantu penghulu atau dalam bahasa Minangkabau disebut sebagai “panungkek penghulu”. Setipa tindakannya memerlukan sudi dan siasat, dicari sebab musabanya melalui musyawarah dan mufakat, sehingga gak ada keputusan alternative tentang benar dan salah. Begitu juga halnya dengan dubalang nan tau mungkin jo patut, kalau dua orang kemenakan berbeda pendapat kemudian dikadukan kepada dubalang, maka jawaban dubalang adalah” indak patuik wa ang bacakak, sabab kaduo wa ang bainduak babako” artinya kedua orang itu mempunyai ikatan darah, dimana kalau perbedaan pendapat ini diteruskan akan menyebabkan rusaknya hubungan silaturahmi kedua orang tersebut. Selanjutnya “mualim nan tau”, artinya kalau ada dua kelompok yang berbeda pandangan sehingga timbul konflik pribadi akibat perbedaan itu, maka mualim mencari kebenarannya dengan norma/kaidah dan dalil. Maka kesimpulannya adat Minangkabau mengatakan dfengan sebutan :koto nan ampek” : kato pusako (penghulu), kato mufakat (manti), kato mahimbau (dubalang) dan kato badaulat untuk tuanku (mualim).
Adagium syarak pun tidak luput dari uraian di atas misalnya dikatakan: imam nan tau hakikat, katik nan tau jo tharikat, angku kadi nan tau jo syari’at, angku bilal nan tau ko makrifat.
Maka lahirlah dua lembaga adapt basandi syarak, syarak basandi kitabullah, Pertama disebut dengan urang ampek jinih yaitu: penghulu, manti, mualim (tuanku) dan dubalang. Kedua disebut dengan urang jinih nan ampek yaitu imam, katik, kadi dan bilal. Kedua bentuk lembaga ini mutlak harus ada dalam suatu nagari.
Kalau diatas tadi sudah kita bicarakan tentang orang yang mempunyai fungsi jabatannya seperti nan babudi penghulu, nan baraka manti, nan tau jo ulemu mualim, mungkin dan patuik adalah dubalang, maka begitu juga tentang syarak nan ampek, yaitu hakikat, tharikat, makrifat dan syariat, juga demikian halnya: imam nan bahakikat, katik jo tasaufnyo, bilal jo makrifatnyo dan angku kadi jo syari’atnya.
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULAH
Sehubungan dengan penjelasan kita diatas tadi, akan dapatlah dipahami bahwa “Adat basandi syarak”, adalah bagaimana hubungan nilai adat dengan nilai syarak yang diajarkan oleh agama islam.
Menurut adagium adat Minangkabau, “penghulu nan babudi, manti nan baraka, dubalang nan tau mungkin dan patut, mualim nan tau” didapatlah kesimpulan ada 4 nilai dasar adapt Minangkabau itu yaitu: Budi (effektif Domani), akal (kecerdasan sosial), mungkin dan patut, dan ilmu (pengetahuan). Jadi manusia yang beradat itu adalah manusia yang berbudi, berakal, mengenali mungkin dan patut (rasional dan empiric), serta berilmu pengetahuan. Hal ini sudah dianut masyarakat Minangkabau sejak kedatangannya di pualu perca ini, yang Goethe penulis sejarah Asia tenggara, pada abad ke tiga Masehi bernama pulau sebadiou.
Bermacam macam agam yang sudah mempengaruhi masyarakat Minangkabau ini sejak 500 tahun sebelum masehi, sebutlah agama majusi, hindu, Budha. Semuanya itu menyebabkan masyarakat Minangkabau secara terpaksa menerima. Berbeda dengan Islam yang telah lahir pada abad keenam, abad ketujuh telah berkembang kedaratan asia (shanghai), dan malah kekuasan bani umayah telah berkembang sampai muaro sabag. Dan seterusnya melalui sungai kampar telah memasuki pedalaman Minangkabau timur pada waktu itu telah sampai ke kuntu sekaligus mendirikan kerajaan islam syi’ah “kuntu darusallam”. Islam mengajar syarak nan ampek yaitu hakekat, tarikat , makrifat dan syari’at. Diperkenankan pula sahabat rasulullah nan ampek yaitu abubakar, umar, Usaman dan Ali.
Menurut cerita cerita kuno kuntu akhirnya ditakluklan oleh raja raja India yang beragama budha, akan tetapi aliran Islam Syi’ah mengungsi ke Taram Kabupaten Limapuluh Kota. Konon kabarnya di Taramlah diperkenalkan hubungan adapt nan ampek denga syarak nan ampek yaitu bagaimana budi basandi hakekat, bagaimana aka basandi tarekat dan bagaimanapula mungkin dan patut basandi makrifat, dan terakhir bagaimanapula ilmu basandi syariat (ayat ayat Alqur’an). Dari kenyataan ini maka kaum adapt menerimanya dengan bahasa adat “kok syarak mangato mako adat alah mamakai”, dan akirnya disingkat “syarak mangato adapt mamakai, dan adat basandi jo syarak”
Selanjutnya bagaimana unsure unsure syarak tadi dijelaskan dalam kitabullah inilah yang dimaksudoleg para ulama sayarak basandi kitabullah. Mulai pada abad ketujuh itu pulalah semua mantra mantra dukun diberi ujung berkat bagindo Rasullah. Sebagai contoh kita pernah diajari oleh orang tua kita dikampungsuatu ilmu batin untuk masuk kerimba supaya binatang buas seperti harimah menjauh dari kita bunyinya seperti ini: “tarajati rajata, yafarati, yasai sati waiza wa jahak, barak baginda rasulullah (doa manyoga harimau)
Banyak lagi hal hal seperti itu yang diwariskan oleh orang tua kita kepada anak cucunya. Begitulah caranya Islam dianut oleh masyarakat kita pada saat Islam mulai dianut oleh masyarakat Minangkabau. Maka kita berkesimpulan, bahwa Islamlah agama yang dapat memperkokoh adapt Minangkabau itu. Berarti bukan agama yang lain, setelah dilihat dari perkembangan agama agama yang pernah dianut oleh masyarakat Minangkabau tempo dulu atau zaman lampau. Jadi dengan demikian makna dari adat basandi syarak adalah Islamlah agama yang memperkokoh adapt Minangkabau, dengan arti lain, adatnya bersumber dari cirri alam dan agama islamnya.
Islam masuk ke Minangkabau memang secara persuasive, oleh karena Islam itu memang diberi baju oleh budaya penganutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar