*LAH, MAU GIMANA LAGI ? REZIM INI MEMANG REPRESIF DAN ANTI ISLAM !*
Oleh: Nasrudin Joha
Habib Bahar Bin Smith akhirnya dipaksakan naik status tersangka. Setelah gagal menyidik dengan pasal penghinaan Presiden, penyidik menggunakan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 207 KUHP, Pasal 16 jo Pasal 4 huruf b angka 1 dan Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Coba perhatikan pasal yang digunakan untuk menjerat, bejibun banget. Junto ini dan itu, karena sadar pasal penghinaan Presiden sudah dibatalkan MK penyidik menggunakan pasal berlapis, pasal pukat harimau pidana SARA juga di juntokan. *Ini menunjukan Habib Bahar ditarget*, ini bukan penegakan hukum, *ini operasi politik menggunakan sarana hukum.*
Coba bandingkan dengan kasus pembakaran bendera tauhid. Delik utamanya penghinaan agama, tapi dipakainya pasal mengganggu rapat umum. Pasal 156a tidak dipakai, pasal yang digunakan cuma pasal 174 KUHP. Tidak ada junto-juntoan, tidak ada lapis-lapisan. Ini juga punya target politik menggunakan sarana hukum.
Bedanya, operasi politik di kasus Habib Bahar untuk membungkam sang Habib menggunakan sarana hukum. Sedang pada kasus pembakaran bendera tauhid, untuk menyelamatkan muka Banser selaku penopang rezim dari predikat ormas penista agama. Selain itu, untuk membendung pemahaman publik atas hakekat bendera tauhid dan menguncinya menjadi bendera HTI.
Coba bandingkan, ujaran *'Jokowi Banci'* denda *'bendera teroris'* abu janda. Sama-sama dilaporkan, Kemana nasib abu janda ? Bukankah menghina bendera tauhid lebih besar bobot pidananya ketimbang menghina Jokowi ?
Jadi jangan percaya bahwa semua ini adalah proses penegakan hukum. Yang Anda saksikan, adalah proses pembungkaman lawan politik dan melindungi kawan politik menggunakan sarana hukum. Anda keliru, jika menghadapinya secara hukum, karena hukum telah ditempatkan dibawah ketiak rezim.
Perlawanan yang harus diajukan adalah perlawanan politik. *Kasus Habib Bahar ini, semakin menegaskan bahwa rezim Jokowi represif dan anti Islam.* Tidak ada predikat lain yang lebih layak selain represif dan anti Islam.
Wahai umat, apalah kalian ridlo ulama umat, putra-putra terbaik umat, satu per satu dikerat-kerat rezim ? Apakah kalian ikhlas, melihat hukum ditegakkan seperti main badut ? Apakah kalian akan diam, bungkam melihat semua ketidakadilan ini ?
Sekali lagi, saya nyatakan kalian semua haram membaca tulisan Nasrudin Joha, jika kalian diam, bungkam dan enggan berjuang. Kalian harus bangkit, membela Habib Bahar dan ulama kritis lainnya, dari pembungkaman rezim.
Kabarkan kepada semua, rezim ini represif dan anti Islam. Rezim ini melindungi penista agama, tetapi mengkriminalisasi pembela agama. Rezim ini telah lancang, mengambil ulama dan putra terbaik umat, dijadikan pesakitan melalui kezaliman hukum. Rezim ini harus dibuat menyesal, telah bermain-main dengan umat Islam.
Saya katakan, tidak ada lagi waktu rehat. Rezim ini siang dan malam memikirkan keburukan untuk umat, karena itu kita harus melawannya 1 X 25 jam sehari untuk segera mengakhiri kezaliman rezim. Rezim represif dan anti Islam yang dimotori Jokowi ini, harus segera dicampakkan dan dihinakan. [].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar